Persoalan sampah tampaknya masih menjadi PR besar bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor. Usai ’pulau sampah’ di Sungai Cipakancilan yang sempat menjadi sorotan, kali ini persoalan serupa muncul di dekat bantaran Sungai Ciliwung, Kecamatan Sukaraja. Sampah-sampah memenuhi tebingan hingga membentuk gunungan. PEMANDANGAN tersebut bisa ditemukan di RW 02, Kampung Kedunghalang Lebak, Desa Cilebut Timur, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Usut punya usut, ternyata warga sekitar sudah sembilan tahun membuang sampah ke area yang menjorok langsung ke Sungai Ciliwung. Meski demikian, warga enggan disalahkan atas gunungan sampah tersebut. Ketua RW 02 Deden mengatakan, kondisi tersebut terjadi karena selama ini warga tidak difasilitasi dengan baik oleh pemerintah setempat soal penanganan sampah. Lelaki 65 tahun itu mengaku sudah empat kali pergantian ketua RW namun belum juga disediakan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) atau gerobak sampah. “Kita juga secara terpaksa membuang ke sini (sampah, red). Mau gimana lagi, karena TPS juga tidak ada. Bahkan gerobak sampah juga tidak disediakan oleh kecamatan,” kata Deden kepada Metropolitan. Menurutnya, RW 02 yang terdiri dari 400 Kepala Keluarga (KK) di enam RT sudah berkali-kali mengajukan permohonan penyediaan sarana dan prasarana untuk menampung sampah. Namun, belum juga ada tindakan konkret dari permohonan tersebut. Sejauh ini, sampah yang dibuang di tebingan itu hanya dibakar warga untuk meminimalisasi volume sampah. Namun, Deden tak memungkiri asap hasil pembakaran sampah mengganggu aktivitas warga. “Kita juga takut sampah yang dibakar itu merambat ke pepohonan yang nantinya bisa menyambar ke rumah warga,” ungkapnya. Sementara itu, Kepala Seksi Pengelolaan Sampah pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor, Dyan Heru, mengaku masalah TPS dan sarana penanggulangan sampah memang masih terbilang minim. Saat ini, jumlah TPS di Kabupaten Bogor masih jauh dari kata cukup. Di Kecamatan Sukaraja saja, yang terdiri dari 13 desa/kelurahan, hanya ada tiga titik TPS yang saat ini tidak jelas kegunaannya karena dibongkar masyarakat. “Untuk lahan TPS, kita terkendala dari ketersediaannya. Karena untuk lahan TPS itu kita tidak boleh beli, tapi harus hibah dari masyarakat. Kalau untuk dana, kita ada. Masih banyak, bahkan belum terserap,” ujar Dyan. Tak hanya itu, ia mengakui kehadiran motor sampah juga masih terbilang minim. Sebagai alat angkut sampah dari tingkat RT sampai tingkat desa, baru ada 40 motor sampah ternyata di Kabupaten Bogor. Keberadaan motor sampah ini juga dinilai tidak tepat sasaran penyebarannya karena adanya di tingkat desa. “Kita juga masih dibantu sama DKI. Kemarin baru turun lagi 80 unit. Kalau dibagikan ke setiap desa, itu saja belum menutupi,” terangnya. Untuk menyiasati sampah yang ada di lingkungan kecil, Dyan menilai harus segera dijalankan program Satu Desa Satu Bank Sampah (SDSB). Program itu dinilai bisa mengurangi volume sampah masyarakat karena dapat dikelola dan menumbuhkan kebiasaan membuang sampah pada tempatnya. “Masyarakat Kabupaten Bogor setiap harinya memproduksi sampah sebanyak 2.800 ton, sedangkan sampah yang bisa diangkut DLH ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga hanya 700 ton,” pungkasnya. (cr2/c/ fin/run)