METROPOLITAN - Urusan sanitasi masih dipandang sebelah mata. Padahal, ketika sanitasi tak dilakukan dengan baik bisa berakibat fatal. Bahkan bisa menyebabkan stunting atau masalah gizi buruk pada anak. Hal ini diungkapkan Direktur Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Agus Nurali usai acara peringatan Hari Lingkungan Sedunia, di Jakarta, belum lama ini. Stunting secara umum dikenal masyarakat ketika seorang anak mengalami pertumbuhan yang tidak normal. Biasanya terlihat dari postur badan yang lebih kecil dari usia seharusnya. Tapi, stunting tidak hanya menyangkut fisik yang kecil. Tapi juga kecerdasan anak. Lantas bagaimana hubungan sanitasi dengan stunting? Imran menerangkan, sanitasi yang buruk bisa memengaruhi makanan dan minuman yang dikonsumsi. Pasalnya, ada risiko pencemaran bakteri pada akses air bersih. Ketika dikonsumsi oleh ibu hamil dan anak di bawah usia dua tahun, maka bisa mengalami gangguan pencernaan berkepanjangan. Istilahnya terjadi prosesenvironmental enteropathy. Gangguan pencernaan karena pencemaran lingkungan. Diarenya kronis. “Jangka pendeknya, diare, tifoid, dan hepatitis. Yang jangka panjang, stunting,” tegasnya. Ketika itu terjadi, otomatis asupan gizi tak bisa maksimal pada tubuh karena terus dikeluarkan. Anak pun akhirnya mengalami gangguang tumbuh kembang dalam periode emasnya, yakni seribu hari kehidupan. “Karena ibu sakit terus. Anak juga diare,” katanya. Oleh sebab itu, lanjut dia, perbaikan sanitasi dan akses air bersih harus terus digenjot. Sehingga, anak-anak Indonesia bisa terhindar dari stunting. Dari data Kemenkes, saat ini akses sanitasi baru 78 persen dari sekitar 65 juta kepala keluarga di Indonesia. Artinya, masih ada 15 juta kepala kelurga yang buang air besar (BAB) sembarangan. (jp/fin/ py)