METROPOLUTAN.id - Sungai Cileungsi, Kabupaten Bogor menjadi sorotan lantaran tercemar limbah perusahaan hingga airnya menghitam dan menimbulkan bau. Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Yusfitriadi menilai fenomena perusahaan yang merusak lingkungan di Kabupaten Bogor bukan hanya kali ini saja. Bahkan beberapa tahun lalu sudah terjadi di Sungai Cileungsi. Menurut Yusfitriadi, penegakkan hukum yang dilakukan sejauh ini hanya sebatas yang baru diketahui atau yang sudah ramai diinformasikan sebelumnya. Artinya, bukan atas inisiatif pemerintah, kepala desa, camat ataupun Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang memberikan informasi-informasi soal perusahaan perusak lingkungan. "Sehingga besar kemungkinan dengan luasnya Kabupaten Bogor dan tersebarnya perusahaan hampir di sebagian besar kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor, saya meyakini masih banyak perusahaan yang merusak lingkungan, baik skala kecil maupun skala besar," kata Yusfitriadi. Contoh kecilnya adalah limbah penggilingan kelapa sawit di Cigudeg yang dibiarkan dibuang ke jalan yang biasa dilalui warga. Tak hanya sekedar itu, Yusfitriadi menyebut baunyapun sangat menyengat, belum lagi mungkin jenis penyakit yang ditimbulkan. Dengan kondisi seperti itu, Yusfitriadi melihat pemerintah, dalam hal ini kepala desa, camat dan DLH tidak serius dalam mengawasi perusahan-perusahaan yang tersebar di Kabupaten Bogor. "Nyatanya setelah masyarakat banyak yang menginformasikan fenomena kejahatan lingkungan ini, pemerintah baru bergerak. Selain itu, mungkin saya yang kurang informasi, tidak terdengar sampai saat ini ada perusahaan yang dicabut izin operasionalnya karena merusak lingkungan," ungkapnya. Yusfitriadi berharap, Bupati Bogor melalui struktur pemerintahan yang ada mulai dari DLH hingga kepala desa, segera mewujudkan tradisi progressif dalam mengawasi perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Bogor. Sehingga secara intensif bupati akan mendapatkan informasi aktual terkait perusahaan yang berpotensi melanggar ketentuan, terlebih merusak lingkungan. Melalui kasus suangai Cileungsi ini, Yusfitriadi melihat ini menjadi momentum penting bagi pemerintah untuk menempuh jalur hukum. Tujuannya agar jelas diketahui perusahaan mana yang telah berbuat kejahatan lingkungan. "Selain itu sebagai efek jera bagi perusahaan lain agar tidak merusak lingkungan dalam operasional perusahaanya," terang Yisfitriadi. Ia menegaskan, jika pemerintah tidak menempuh jalur hukum, masyarakat tidak akan diberikan kepastian hukum dan perusahaan akan terus mengulangi perilaku yang merusak lingkungan. "Akibatnya, seluruh perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Bogor akan dengan nyaman mengeksplorasi sumber daya alam dengan merusak alam dan lingkungan tanpa adanya hukum yang berani menyentuhnya," pungkasnya. (fin)