berita-hari-ini

Siswi SMA Buang Bayi yang Baru Dilahirkan di Selokan, Hasil Hubungan Sedarah dengan Adiknya

Rabu, 19 Februari 2020 | 15:00 WIB

METROPOLITAN - Seorang siswi SMA diketahui melakukan hubungan hingga melahirkan bayi dengan adiknya sendiri dan membuangnya di selokan. Siswi SMA di Pasaman, Sumatera Barat, di tetapkan sebagai tersangka atas kasus membuang bayi hasil hubungan sedarah dengan adiknya. Siswi berinisial SHF (18) akhirnya ditetapkan polisi sebagai tersangka setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan oleh polisi. Kasat Reskrim Polres Pasaman AKP Lazuardi menyampaikan saat ini, tersangka sudah ditahan di Mapolres Pasaman dan polisi masih mengembangkan kasus. "SHF sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dia dijerat UU Perlindungan Anak dan pasal 341 KUHP dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara," katanya, Selasa (18/2/2020). Dia menambahkan karena tersangka orangtua kandung korban, maka ancaman ditambah sepertiga dari hukuman itu. Sebelumnya diberitakan, seorang siswi SMA di Pasaman, Sumatera Barat, SHF (18) ditangkap polisi setelah diduga membuang bayi hasil hubungan sedarah (incest) dengan adiknya sendiri, IK (13). SHF ditangkap polisi saat dalam perjalanan sepulang praktek lapangan yang diadakan sekolahnya di Batusangkar menuju Rao, tepatnya di depan Rumah Makan Tambuo jorong Rambahan Kauman, Tanah Datar, Senin (17/2/2020). Kasus tersebut berawal dari penemuan mayat bayi yang baru berumur hitungan hari oleh warga di daerah Nagari Langsek Kodok, Kecamatan Rao Selatan, sekitar pukul 16.00 WIB, Minggu (16/2/2020). Mayat bayi itu pertama kali ditemukan Syafriandi tergeletak dalam keadaan membusuk berada di saluran air kolamnya. Kepada polisi SHF mengaku hamil usai melakukan hubungan intim dengan adik kandungnya sendiri yang berinisial IK (13) sekitar bulan Juli- Agustus 2019 lalu Kemudian pada Jumat (14/2/2020) sekitar pukul 14.00 WIB, SHF melahirkan anak laki-laki saat buang air besar di dekat rumahnya. Kemudian, SHF membuang bayi tersebut ke saluran air di dekat rumahnya tersebut sehingga akhirnya diketahui warga. Pengakuan SHF Saat melalukan hubungan itu, rumahnya dalam keadaan kosong karena ibunya pergi ke sawah dan dua saudaranya ke sekolah. "Dia mengaku dua kali melakukan hubungan intim dengan adiknya di rumah. Saat rumah kosong pada Juli 2019 satu kali dan Agustus 2019 satu kali," kata Kasat Reskrim Polres Pasaman AKP Lazuardi. Lazuardi mengatakan tersangka mengajak adiknya yang baru kelas 6 SD untuk melakukan hubungan tersebut. Adiknya yang saat itu tidak tahu apa-apa akhirnya mengikuti kemauan kakaknya. Setelah hamil, tersangka berusaha menutupinya dari keluarganya dan menutup diri. "Setelah hamil dia berusaha menutup diri agar tidak ketahuan oleh keluarga dan warga, namun akhirnya ketahuan juga," kata Lazuardi. Kasus Hubungan Sedarah Lain yang Berhasil Diungkap Polisi Oknum caleg cabuli anak kandung selama 8 tahun di Sumbar. AH, caleg Partai Keadilan Sejahtera (PKS) asal Padang, Sumatera Barat, pada Minggu (17/3/2019) ditangkap setelah menajdi buron dalam kasus pencabulan terhadap anak kandungnya. AH tertangkap sedang berdiri di pinggir jalan di wilayah Pauh, Sumbar, untuk menunggu mobil ke Kota Padang. AH dilaporkan keluarga sendiri karena diduga mencabuli anak kandung sejak anaknya duduk di kelas III SD. Ibu kandung korban yang juga istri AH baru mengetahui kejadian tersebut setelah anaknya bercerita apa yang telah dialaminya selama ini. Mendengar itu, sang ibu langsung melaporkan dugaan pencabulan tersebut ke Polres Pasaman Barat. “Betul, ada laporan tanggal 7 Maret lalu,” kata Kasat Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Pasaman Barat AKP Afrides Roema kepada TribunPadang.com, Rabu (13/3/2019). AH diduga telah mencabuli anak kandungnya berkali-kali sejak anaknya duduk di kelas III SD. Terakhir kali diduga perbuatan itu dilakukan AH pada Januari 2019 atau sudah sekitar delapan tahun AH mencabuli anaknya. "Sekarang korban berusia 17 tahun dan masih sekolah,” kata Afrides. Penjelasan Psikolog Mellia Christia, psikolog dan staf pengajar bidang studi Psikologi Klinis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia saat dihubungi Kompas.com Rabu (17/7/2019) mengatakan inses atau hubungan seksual sedarah terjadi dalam keluarga yang menganut patriarki tradisional, yang salah satunya adalah adanya peran dominan sosok ayah sebagai kepala keluarga. “ Inses banyak dilakukan oleh ayah pada anak perempuannya dan biasanya adalah anak perempuan pertama. Mengapa anak perempuan pertama? Karena dia akan mengambil peran sebagai ibu jika ibu kandungnya disabilitas, seperti sakit atau tidak ada di rumah karena bekerja, sehingga kurang perhatian, maka anak perempuan ini yang memgambil peran,” kata Mellia. Selain itu dia juga mengatakan pemahaman keluarga tentang peran jender juga memicu terjadinya inses. Mella juga mencontohkan inses banyak terjadi pada keluarga yang secara ekonomi dan pendikan rendah. “Jadi ada ketidakberdayaan dan dominasi di sini. Ibunya penurut karena merasa tergantung secara ekonomi. Dan biasanya perilaku inses ini terjadi lama karena dianggap ini adalah urusan pribadi. Jadi ada yang dominan dan yang tidak berdaya, ya anak-anak dan perempuan jadi korban serta ada juga unsur pembiaran,” katanya. Perilaku sehari-hari di sebuah keluarga juga memicu inses, seperti melihat anggota keluarganya yang telanjang, mandi dan tidur bersama, serta tidak ada pemahaman mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Mellia juga mengatakan hubungan seksual dianggap sebagai ungkapan kasih sayang sehingga hal tersebut dianggap boleh dilakukan orangtua pada anak atau saudara sekandung. Dia mencontohkan kasus inses yang terjadi di Kabupaten Pringsewu, seorang anak gadis berketerbelakangan mental dilecehkan oleh ayah kandung, kakak, dan adiknya sekaligus. “Saat anak melihat ayahnya mencabuli saudara perempuannya, sang anak berpikir ah enggak apa-apa karena dianggap sebagai ungkapan kasih sayang,” katanya. Mellia berharap masyarakat berperan aktif agar kasus inses bisa segera ditangani, seperti segera melaporkan ke pihak desa atau polisi. Selain itu, dia menegaskan harus ada pendampingan khusus untuk korban karena inses biasanya terjadi dalam waktu yang lama sehingga meninggalkan trauma serta berpengaruh buruk pada perkembangan anak. “Apalagi beberapa kasus sampai ada yang hamil dan melahirkan. Jadi bukan hanya pelakunya yang ditangkap, tapi juga korban harus mendapatkan pendampingan,” katanya.

Tags

Terkini