METROPOLITAN.id - Direktur sekaligus pemilik PT. Green Construction City, Ahmad Hidayat Assegaf angkat bicara terkait kisruh kepemilikan PT. Tjitajam. Lelaki yang akrab disapa Habib ini mengaku bukan hanya pihaknya yang dirugikan, akan tetapi para konsumen perumahan. Menurut Habib, perseteruan antara kubu Ponten Cahja Surbakti dan kubu Rotendi di kepemilikan PT. Tjitajam ikut memantik kemarahan PT. Bahana. PT. Bahana membeli aset mereka pada tahun 2003 di pelelangan Bank Century. "Yang berseteru mereka, yang rugi saya dan konsumen. Saya rugi material dan imaterial," kata Habib, belum lama ini. Beberapa kerugian yang dialami yakni banyak konsumen merasa cemas dan calon pembeli yang sudah booking membatalkan perjanjian. Kerugian lainnya yaitu persepsi negatif dari pihak luar terhadap perusahaan. Padahal, perusahaannya tak pernah main-main, apalagi mengkhiati konsumen. Bahkan Habib mengaku pernah mendapat penghargaan. "Setelah muncul kegaduhan ini, semuanya rusak. Saya akan menuntut keadilan," tegasnya. Habib mengungkapkan, perseteruan PT. Tjitajam antara kubu Ponten Cahja Surbakti dan kubu Rotendi seharusnya tidak melibatkan nama perusahaan dan perumahaan yang dia bangun. Alasannya, Habib membangun perumahaan Green Citayam City (GCC) di atas lahan 50 hektar sesuai prosedur dan hukum yang berlaku. Habib membeli lahan secara sah, bahkan dari kedua pemilik yang kini tengah berseteru. Bahkan saat sebelum membangun perumahaan, dia sudah mengecek ke semua instansi terkait termasuk perbankan. "Hasilnya semua tidak ada masalah. Gila kali saya bangun rumah di tanah sengketa. Sederhana, saya lurus-lurus aja tanpa mengambil hak orang. Ada buktinya," terang Habib sambil menunjukan lembaran ya g disebut bukti sah kepemilikan lahan dan administrasi. Anehnya, setelah membangun perumahan dan berjalan hampir tiga tahun, tiba-tiba ada yang mengklaim. Habib awalnya menanggapi santai kericuhan tersebut. Namun lama tak angkat suara, perseteruan malah menyeret nama dan perumahannya dan juga mengganggu kenyamanan konsumennya. Habib pun meradang. Ia menghubungi PT. Bahana sebagai perusahaan tempat ia membeli lahan. Habib juga mengaku menghubungi instansi-instansi terkait di lingkup Pemerintahan Kabupaten Bogor yang mengurusi proyeknya tersebut. "Mereka pun mengaku berang dan sepakat akan mengambil langkah hukum. Kita lawan, karena ini merugikan semua," katanya. Habib juga membeberkan perebutan hak dan klaim atas lahan seluas 160 hektare dengab enam sertifikat yang sedang ramai. Menurutnya, tiga di antaranya sudah ia beli. Namun, karena terjadi perseteruan di PT. Tjitajam, niat Habib untuk membebaskan semua lahan diurungkan. Habib memilih fokus mengambil hak dan menuntut keadilan. Sehingga dia dan PT. Bahana selaku penjual lahan kepada Habib, sudah membuat laporan ke Bareskrim Polri. "Tidak hanya PT. Tjitajam tapi semua yang terlibat di sini kami laporkan dan prosesnya kini ditangani kuasa hukum saya, termasuk media yang memberitakan sepihak dan menyudutkan saya sudah laporkan ke 8 kementerian dan Dewan Pers," ungkap Habib. Sementara itu, Kuasa hukum PT. Tjitajam versi Rotendi, Reynold Thonak, membenarkan adanya pelaporan kepolisian terhadap kliennya oleh PT. GCC. Namun, Reynold menyebut laporan itu lucu dan terkesan mengada-ada. Alasannya Reynold menyebut PT. GCC kalah gugatan perdata tapi malah lapor Polisi. "Lah ini kan lucu," tandas. (*/fin)