METROPOLITAN.id - DKI Jakarta kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi sejak Senin (12/10), setelah sebulan menerapkan PSBB ketat. Meski begitu, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) pun memastikan transportasi publik se-jabodetabek di bawah pengelolaan pun tetap berjalan, dengan pembatasan. Kepala BPTJ Polana B. Pramesti mengatakan, pada prinsipnya selama masa pandemi Covid-19, sesuai dengan aturan yang berlaku, aktifitas masyarakat dibatasi. “Demikian pula transportasi publik, tetap berjalan untuk melayani masyarakat yang masih beraktifitas. Namun berlaku pembatasan dan pengendalian, baik kapasitas maupun frekuensi," katanya. Terkait pembatasan dan pengendalian, sambung dia, Pemerintah Daerah di wilayah Jabodetabek dapat menyusun aturan pelaksana dengan mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 41 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Pencegahan Penyebaran Covid-19. Termasuk Kota Bogor. Pada dasarnya, pembatasan kapasitas dilakukan agar penyelenggaraan transportasi dapat menegakkan protokol kesehatan terutama physical distancing atau jaga jarak. Sedangkan pembatasan frekuensi perjalanan, dilakukan lantaran sejalan dengan berkurangnya permintaan di masa pandemi. Walaupun tingkat pembatasan kapasitas maupun frekuensi dapat menyesuaikan kondisi terakhir dari status penyebaran covid-19 di masing-masing wilayah di Jabodetabek. “Jabodetabek telah menjadi wilayah teraglomerasi, BPTJ selalu mengupayakan agar kebijakan transportasi yang diputuskan pemerintah daerah di dalamnya dapat sinkron satu sama lain,” paparnya. Lebih dari enam bulan penyelenggaran transportasi publik pada masa pandemi di wilayah Jabodetabek, memunculkan kecenderungan positif pada perilaku pengguna angkutan umum massal. Pembatasan kapasitas demi physical distancing dan konsistensi dalam pelaksanaan protokol kesehatan sebenarnya ditujukan untuk memperkecil resiko penularan Covid-19 di ngkutan umum. Namun pada sisi lain ternyata juga menyebabkan perilaku pengguna angkutan umum massal lebih disiplin dan teratur. Menurut Polana kondisi ini dapat terjadi karena kontribusi semua pihak yang terlibat, baik operator prasarana, sarana maupun masyarakat pengguna angkutan umum sendiri. (ryn)