berita-hari-ini

Dukung RUU Miras, Tapi Perlu Disikapi Eksesnya

Minggu, 15 November 2020 | 20:24 WIB

METROPOLITAN.id - Badan Legislasi DPR RI disebut tengah membahas Rancangan Undang-Undang tentang larangan minuman keras (RUU miras) beralkohol. Sanksi bagi para peminum akan dihukum penjara dua tahun atau denda maksimal Rp50 juta, yang tertuang di Pasal 20 Bab VI tentang Ketentuan Pidana RUU Minol. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI yang juga Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Amanat Nasiona (PAN) Eddy Soeparno mengatakan, secara umum partai berlambang matahari itu mendukung RUU Larangan Miras. Sebab platform tidak berbeda pandangan Muhammadiyah. Dimana dalam agama Islam, mengonsumsi alkohol atau minuman keras diharamkan. Namun, pihaknya juga menegaskan perlu kehati-hatian dalam menyikapi undang-undang tersebut. Jangan sampai, undang-undang itu hadir namun punya banyak ekses. "Pak Zul (Ketum PAN Zulkifli Hasan, red) bilang, PAN dengan Muhammadiyah itu nggak berbeda, pandangannya. Jadi arahan kita sesuai dengan sudut pandang Muhammadiyah. Dalam kacamata Islam itu haram. Tapi kita juga hati-hati sekali dalam menyikapi UU tersebut. Jangan sampai hadir ternyata eksesnya banyak," katanya. Beberapa dampak yang bisa muncul diantaranya, ketika ada aturan itu, malah banyak muncul miras oplosan, penyelundupan atau pemalsuan miras, memalsukan, atau penjualan miras secara diam-diam. "Itu kan perlu kita antisipasi. Saya kira selama ini yang dilakukan pemerintah-pemerintah daerah dalam menerapkan perda-perda syariah itu sudah efektif. Sebut saja Cirebon yang sukses dengan perda tidak boleh ada minuman beralkohol-nya. Kota-kota lain ada juga yang begitu. Saya kira itu efektif," tandas anggota DPR RI dapil Kota Bogor-Cianjur itu. "Untuk itu, ketum juga sampaikan, bisa saja dibuat zonasi, mana yang boleh, tapi tempat yang lain nggak boleh. Jadi nggak ada pembatasan. Saya kira itu bisa dilaksanakan dan sudah dipraktekan. Misal di Cirebon," tukas pria berkacamata itu. Sehingga, kata dia, perlu pembahasan dan diskusi lebih lanjut untuk pelaksanaan undang-undang miras itu. Perlu sikap bijaksana karena disatu sisi, umat Islam mengharamkan miras. Tapi di sisi lain, ada masyarakat yang tidak melarang konsumsi miras, yang harus juga jadi pertimbangan. Sebelumnya, para wakil rakyat di Senayan dikabarkan tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang larangan minuman beralkohol (minol) di Tanah Air. Sanksinya, bagi para peminum akan dihukum penjara dua tahun atau denda maksimal Rp50 juta. Sanksi pidana atau denda tersebut tertuang di Pasal 20 Bab VI tentang Ketentuan Pidana RUU Minol. ”Setiap orang yang mengonsumsi minuman beralkohol seba­gaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pi­dana penjara paling sedikit tiga bulan dan paling lama dua tahun atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp50 juta,” demikian bunyi draf beleid tersebut seperti yang diunduh dari situs DPR. Sanksi pidana dan denda bagi peminum bisa ditambah jika yang bersangkutan dini­lai mengganggu ketertiban umum atau mengancam kea­manan orang lain. Sebagai­mana tertuang pada Pasal 21 angka (1) Bab VI tentang Ke­tentuan Pidana RUU Minol, sanksi pidana penjara bagi peminum minol yang meng­ganggu ketertiban umum atau mengancam keamanan orang lain ditingkatkan menjadi maksimal lima tahun atau denda maksimal Rp100 juta. Bahkan pada Pasal 21 angka (2) dinyatakan apabila pemi­num minol terbukti menghi­langkan nyawa orang lain maka pidana akan ditambah sebesar sepertiga dari pidana pokok. Selain kepada peminum, RUU Minol juga mengatur ancaman sanksi bagi orang yang memproduksi, mema­sukkan, menyimpan, menge­darkan dan menjual minol. Pasal 18 Bab VI Ketentuan Pidana RUU Minol menyata­kan bahwa orang yang mem­produksi minol bisa dipenja­ra maksimal sepuluh tahun atau denda maksimal Rp1 miliar. Sementara Pasal 19 Bab VI Ketentuan Pidana RUU Minol mengatur ketentuan bahwa orang yang memasukkan, menyimpan, mengedarkan dan menjual minol bisa dije­rat pidana penjara maksimal sepuluh tahun atau denda paling banyak Rp1 miliar. RUU Minol juga mengatur tiga klasifikasi minol berdasar­kan kadar etanolnya, tepatnya pada Pasal 4 Bab II tentang Klasifikasi. Rancangan aturan itu menyebut minol golongan A ialah yang berkadar etanol 1 hingga 5 persen, minol go­longan B berkadar etanol 5 sampai 20 persen, serta minol golongan C berkadar etanol 20 hingga 55 persen. Meski begitu, larangan bagi masyarakat untuk mempro­duksi, memasukkan, meny­impan, mengedarkan, men­jual, serta mengonsumsi minol tidak berlaku untuk beberapa kepentingan. Pasal 8 angka (2) Bab III tentang Larangan dituliskan pengecua­lian RUU Minol diberikan untuk kepentingan adat, ri­tual keagamaan, wisatawan, farmasi dan di tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan. (ryn)

Tags

Terkini