berita-hari-ini

Masih Ada Siswa di Bogor Ijazahnya Ditahan Sekolah, Wandik : Tinjau Ulang BOS dan Audit Sekolahnya

Rabu, 16 Desember 2020 | 18:27 WIB
ILUSTRASI (Foto : Istimewa)

METROPOLITAN.id - Masih adanya temuan siswa asal Kelurahan Pasirjaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, yang ijazahnya ditahan oleh sekolah karena tidak sanggup membayar uang tebusan, mendapat respon dari Ketua Dewan Pendidikan (Wandik) Kota Bogor, Deddy Djumiawan pun angkat bicara. Ia mengaku kecewa atas perlakuan sekolah kepada orang tua murid. Sebab menurut catatannya, SMP Al Mustarih, sekolah yang diduga menahan ijazah siswa yang kini sudah duduk di kelas 12 itu menjadi salah satu sekolah yang menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Seharusnya pihak sekolah lebih mengedepankan komitmen pendidikan, ketimbang mencari keuntungan. "Sangat menyayangkan sampai terjadi seperti ini, apalagi yang diminta cuma fotokopi ijazah. Saya jadi mempertanyakan komitmen sekolah tersebut terhadap dunia pendidikan, baik pemiliknya (yayasan), maupun manajemennya (kepsek). Tujuan mendirikan dan mengelola sekolah tuh apa. Kalau memang seperti ini saya minta Pemkot Bogor untuk meninjau ulang sekolah tersebut, baik BOS-nya, maupun perizinannya. Coba audit sekolahnya," tegas Deddy. Deddy pun mempertanyakan program Bantuan Sosial Tidak Terencana atau tidak terduga (BSTT). Seharusnya dengan adanya program tersebut, kejadian seperti ini tidak perlu terjadi. "Kan ada program penebusan ijazah atau BSTT. Harusnya Disdik Kota Bogor bisa dong menyelesaikan ini," tutupnya. Sebelumnya diberitakan, kisah klasik dunia pendidikan kembali terulang. Ijazah, yang menjadi sebuah benda permata bagi siswa, justru tidak bisa dimiliki oleh masyarakat yang berada di titik nadir kehidupan. Dodi Rachmadi (53), seorang warga Kelurahan Pasirjaya, kini hanya bisa gigit jari. Sebab, ijazah sang anak yang kini sudah duduk di kursi kelas 12 SMK Bina Sejahtera itu hingga saat ini masih belum bisa dimiliki hingga saat ini. Penyebabnya, masih tertahan di SMP Al Mustarih, yang dulu menjadi sekolah sang anak. "Karena ini menjadi persyaratan ujian akhir, saya minta fotokopi ijazah yang di legalisir ke pihak sekolah. Tapi tidak diberikan karena saya tidak mampu membayar uang penebusan sebesar Rp1,1 juta," kata Dodi kepada Metropolitan.id, Rabu (16/12). Bekerja sebagai pekerja serabutan, Dodi mengaku hanya memiliki pendapatan sebesar Rp80 ribu per bulan. Meski sudah diberikan keringanan, dimana pihak sekolah mengizinkan Dodi untuk membayar Rp500 ribu agar bisa mendapatkan nomor ijazah sang anak. Dodi mengaku tidak memiliki uang untuk menebusnya. "Saya cuma punya Rp300 ribu. Saya bawa uang itu ke sekolah, tapi tetap harus Rp500 ribu, biar bisa dapat nomor ijazah doang. Saya juga bingung sekarang bagaimana, soalnya syarat terakhir dari pihak SMK tanggal 18 Desember harus sudah ada ijazahnya," ungkap Dodi. Metropolitan.id pun mencoba mengkonfirmasi kepada pihak SMP Al Mustarih. Namun ketika tim Metropolitan.id datang sekitar pukul 13:30 WIB, pihak sekolah enggan memberikan komentar. Pihak sekolah yang diwakili oleh Kepala Sekolah SMP Al Mustarih, Dian Pintaningdyah, yang didampingi oleh seorang pria, enggan berkomentar saat wartawan Metropolitan.id menyodorkan pertanyaan sambil menyalakan rekaman di handphone. Tak hanya sampai disitu, pihak sekolah juga melakukan dugaan intimidasi kepada seorang fotografer Metropolitan.id yang sedang mengambil gambar diluar sekolah. Bahkan foto yang sudah diambil oleh fotografer Metropolitan.id juga diminta dihapus oleh pihak sekolah.(dil/c/ryn)

Tags

Terkini