METROPOLITAN –Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bakal melarang penggunaan ondel-ondel sebagai sarana mengamen atau mengemis dan meminta-minta uang. Pemprov DKI pun menyiapkan sanksi bagi pihak-pihak yang masih ngamen menggunakan ondel-ondel. Menurut Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Arifin, alasan larangan tersebut lantaran ondel-ondel merupakan ikon budaya Betawi. Selain itu, banyak pihak yang mengaku resah dengan penggunaan ondel-ondel sebagai sarana mengamen. ”Jadi, kehadirannya dengan menggunakan ondel-ondel untuk mengamen sudah menimbulkan keresahan masyarakat,” katanya. Arifin pun meminta masyarakat memahami larangan tersebut. Pemprov DKI juga harus meninggikan budaya Betawi dengan tidak menggunakan ondel-ondel sebagai sarana mengamen maupun meminta-minta uang. ”Jadi kita mengingatkan supaya ikon budaya Betawi ini betul-betul bisa ditinggikan dengan penggunaan yang benar,” tuturnya. Menurutnya, saat ini banyak di jalan-jalan, bahkan di pemukiman menggunakan ondel-ondel untuk sarana mengamen atau mengemis. Bahkan, kesan mengemis lebih terlihat dibanding mengamen. ”Ondel-ondelnya didorong-dorong, dua orang yang lainnya meminta-minta, tidak ada yang dimunculkan dalam bentuk seni yang mungkin bisa dinikmati masyarakat,” ujarnya. Arifin mengatakan, ondel-ondel seharusnya ditampilkan dalam kegiatan seni budaya atau Festival Betawi. Lalu, ondel-ondel seharusnya berada di tempat rekreasi. Selain itu, selama ini yang terlihat pengamen atau pengemis yang menggunakan ondel-ondel kebanyakan merupakan anak-anak sekolah. Selain itu, cara mereka mengamen atau mengemis terkesan memaksa. Arifin melanjutkan, saat ini Pemprov DKI baru akan menyosialisasikan dan mengedukasi masyarakat mengenai larangan tersebut. Nantinya jika masih menemukan pengamen atau pengemis menggunakan ondel-ondel, Satpol PP akan mengambil tindakan. ”Kita pertama mengingatkan agar penggunaan ikon budaya Betawi itu harus sesuai fungsinya, untuk kita lestarikan dan meninggikan bukan dengan cara mengamen di jalan-jalan,” tuturnya. Adapun sanksinya sudah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Dalam Pasal 40 beleid tersebut tercantum bahwa setiap orang atau badan dilarang menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil. Kemudian, dalam ketentuan Pasal 61 tercantum bahwa mereka yang melanggar dapat dikenakan sanksi pidana penjara maksimal 60 hari dan denda Rp20 juta. (cnn/els/py)