METROPOLITAN.id - Dalam lanjutan persidangan kasus dugaan suap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang melibatkan Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin, di PN Tipikor Bandung, Senin (29/8), jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Wiryawan Chandra sebagai saksi ahli. Dalam persidangan, dosen hukum administrasi negara Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta itu mengatakan bahwa adanya pertemuan Bupati nonaktif Bogor Ade Yasin dengan auditor BPK, sejatinya bukan pelanggaran dalam perkara dugaan suap mengenai opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) ini. Wiryawan yang dihadirkan secara daring itu menerangkan bahwa pertemuan tersebut dibolehkan sebagai pintu untuk memperbaiki laporan keuangan pemerintah. "Ruang-ruang pertemuan itu memang disediakan untuk perbaikan. Mempersilahkan kepala daerah untuk melakukan perbaikan-perbaikan," katanya, Senin (29/8). Sebab jika terdapat temuan-temuan di lapangan oleh auditor BPK, maka ada peluang kepada institusi yang diperiksa untuk memperbaiki laporan keuangan. "Prinsipnya harus mengefektifkan pelaksanaan undang-undang. Kalau pertemuan-pertemuan ini harus dalam rangka mengefektifkan hasil-hasil dari auditor tadi," tukasnya. Di sisi lain, kuasa hukum Ade Yasin menghadirkan saksi ahli Arsan Latif. Arsan merupakan Inspektur IV Inspektorat Jenderal Kemendagri RI. Arsan Latif menyebutkan bahwa perbaikan laporan keuangan merupakan kewajiban bagi institusi pemerintah setelah melalui proses pemeriksaan oleh BPK RI. "Jika kepala daerah tidak memeperbaiki kewajibannya (temuan BPK), ini malah menjadi pertanyaan," kata Arsan. Ia kemudian menjawab terkait upaya mendapatkan Dana Insentif Daerah (DID) yang disebut-sebut menjadi motif Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor dalam dugaan suap untuk memperoleh opini WTP. "Setahu saya, WTP itu bagian kecil saja untuk mendapatkan DID ini," tukasnya. Diketahui, sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Hera Kartiningsih ini sudah menghadirkan 39 saksi dari Jaksa KPK, dengan empat terdakwa, yakni Ade Yasin, Kasubid Kasda BPKAD Ihsan Ayatullah, Sekretaris Dinas PUPR Adam Maulana, serta PPK Dinas PUPR Rizki Tufik Hidayat. Pada sidang sebelumnya, auditor BPK Anthon Merdiansyah saat menjadi saksi Jaksa KPK membantah adanya pengkondisian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dengan Ade Yasin. Anton mengaku kepada majelis hakim bahwa sempat bertemu dengan Ade Yasin pada Oktober 2021, tapi bukan dalam rangka pengkondisian WTP. Pasalnya, meski menjabat sebagai penanggung jawab, Anthon tidak memiliki kewenangan dalam mengondisikan laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD). "Tidak punya kewenangan. (Semua pemeriksa) tidak," kata Anthon. (ryn)