berita-hari-ini

Mengenal Puisi-Puisi Karya Chairil Anwar

Senin, 14 November 2022 | 07:15 WIB
puisi chairil anwar.Foto:Harapan Rakyat Online

METROPOLITAN.id - Karya-karya Chairil Anwar selalu dikenang. Di kalangan para pencinta karya sastra, nama Chairil Anwar tentunya cukup populer. Chairil Anwar dianggap sebagai penyair angkatan 45. Ia juga berani mengungkapkan opini. Sebagai seorang penyair, Chairil terkenal dan dijuluki sebagai "Si Binatang Jalang". Julukan ini muncul berkat karya puisinya yang berjudul 'Aku'. Puisi-puisi karya Chairil Anwar pun memiliki banyak makna yang disusun dari kata-kata puitis. Kamu, bisa menggunakan puisi karya Chairil Anwar ini untuk menggombali seorang wanita, atau hanya sekedar untuk tugas sekolah atau kuliah. Berikut beberapa contoh puisi karya Chairil Anwar.

Puisi Chairil Anwar : Aku

Kalau sampai waktuku Ku mau tak seorang kan merayu Tidak juga kau Tak perlu sedu sedan itu Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang Luka dan bisa kubawa berlari Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak peduli Aku mau hidup seribu tahun lagi

Puisi Chairil Anwar : Sendiri

Hidupnya tambah sepi, tambah hampa Malam apa lagi Ia memekik ngeri Dicekik kesunyian kamarnya Ia membenci. Dirinya dari segala Yang minta perempuan untuk kawannya Bahaya dari tiap sudut. Mendekat juga Dalam ketakutan-menanti ia menyebut satu nama Terkejut ia terduduk. Siapa memanggil itu? Ah! Lemah lesu ia tersedu: Ibu! Ibu!

 Puisi Chairil Anwar : Dalam Kereta

  Dalam kereta. Hujan menebal jendela Semarang, Solo…, makin dekat saja Menangkup senja. Menguak purnama. Caya menyayat mulut dan mata. Menjengking kereta. Menjengking jiwa, Sayatan terus ke dada.

 Puisic Chairil Anwar : Cintaku Jauh Di Pulau

Cintaku jauh di pulau, Gadis manis, sekarang iseng sendiri. Perahu melancar, bulan memancar, Di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar. Angin membantu, laut terang, tapi terasa Aku tidak ‘kan sampai padanya. Di air yang tenang, di angin mendayu, Di perasaan penghabisan segala melaju Ajal bertakhta, sambil berkata: “Tujukan perahu ke pangkuanku saja.” Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh! Perahu yang bersama ‘kan merapuh! Mengapa ajal memanggil dulu Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?! Manisku jauh di pulau, Kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri. Puisi Chairil Anwar : Derai-Derai Cemara Cemara menderai sampai jauh Terasa hari akan jadi malam Ada beberapa dahan di tingkap merapuh Dipukul angin yang terpendam Aku sekarang orangnya bisa tahan Sudah berapa waktu bukan kanak lagi Tapi dulu memang ada suatu bahan Yang bukan dasar perhitungan kini Hidup hanya menunda kekalahan Tambah terasing dari cinta sekolah rendah Dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan Sebelum pada akhirnya kita menyerah. Rasa cinta kepada ibu Pernah aku ditegur  Katanya untuk kebaikan  Pernah aku dimarah Katanya membaiki kelemahan  Pernah aku diminta membantu  Katanya supaya aku pandai  Ibu...  Pernah aku merajuk  Katanya aku manja  Pernah aku melawan  Katanya aku degil  Pernah aku menangis  Katanya aku lemah  Ibu...  Setiap kali aku tersilap  Dia hukum aku dengan nasihat  Setiap kali aku kecewa  Dia bangun di malam sepi lalu bermunajat  Setiap kali aku dalam kesakitan  Dia ubati dengan penawar dan semangat  Dan Bila aku mencapai kejayaan  Dia kata bersyukurlah pada Tuhan  Namun...  Tidak pernah aku lihat air mata dukamu  Mengalir di pipimu  Begitu kuatnya dirimu..  Ibu...  Aku sayang padamu...  Tuhanku...  Aku bermohon padaMu Sejahterakanlah dia Selamanya... Puisi Chairil Anwar : Sajak Putih Bersandar pada tari warna pelangi Kau depanku bertudung sutra senja Di hitam matamu kembang mawar dan melati Harum rambutmu mengalun bergelut senda Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba Meriak muka air kolam jiwa Dan dalam dadaku memerdu lagu Menarik menari seluruh aku Hidup dari hidupku, pintu terbuka Selama matamu bagiku menengadah Selama kau darah mengalir dari luka Antara kita Mati datang tidak membelah Puisi Chairil Anwar : Dendam Berdiri tersentak Dari mimpi aku bengis dielak Aku tegak Bulan bersinar sedikit tak nampak Tangan meraba ke bawah bantalku Keris berkarat kugenggam di hulu Bulan bersinar sedikit tak nampak Aku mencari Mendadak mati kuhendak berbekas di jari Aku mencari Diri tercerai dari hati Bulan bersinar sedikit tak tampak. (Kompas.com/zahra)

Tags

Terkini