METROPOLITAN – Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap 25 terpidana kasus narkoba di 2016. Menurut pakar hukum pidana Univeristas Trisakti Abdul Fickar Hadjar, jika sudah ada vonis maka eksekusi harus segera dilaksanakan. "Hukuman mati itu masih masuk hukum positif di Indonesia, jadi mau enggak mau harus segera dilaksanakan. Apalagi putusan hukumnya sudah inkracht dan tidak ada lagi upaya hukumnya seperti PK dan lainnya," ujar Fickar. Menurutnya, Kejaksaan Agung adalah otoritas untuk melaksanakan eksekusi, tanpa harus menunggu pertimbangan dari Presiden. "Sekarang tergantung pada Kejaksaan Agung sebagai pelaksanan eksekutornya. Karena dalam hal ini adalah wewenang jaksa, selain menuntut tapi juga melaksanakan putusan. Tapi kembali lagi semua tergantung pada presidennya juga," ujar Fickar. Diberitakan sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan Kejaksaan tidak akan menghentikan eksekusi mati. Hal itu disampaikannya dalam rapat kerja di DPR. "Kami tidak pernah menyatakan menghentikan eksekusi mati. Hanya saja, tentunya kita melihat kepentingan lain yang lebih besar," kata Prasetyo di Kompleks Parlemen, Senayan. Sebagaimana diketahui, pada 2016 lalu Kejaksaan Agung hanya mengeksekusi mati 4 orang, dan 10 orang yang sudah masuk ruang isolasi tiba-tiba ditunda eksekusi matinya. Keempat orang yang dieksekusi adalah: 1. Freddy Budiman (Indonesia) 2. Michael Titus Igweh (WN Nigeria) 3. Humprey Ejike (WN Nigeria) 4. Seck Osmane (WN Afsel)
SUMBER: DETIK