METROPOLITAN – Pabrik pupuk palsu yang beroperasi di Sukabumi digerebek Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim Polri).
Direktur Dipideksus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya mengatakan, seorang pemilik dan tiga distributor ditangkap. Kasus tersebut merupakan hasil aduan warga dan petani. Polisi kemudian melakukan penyelidikan hingga akhirnya membongkar kasus tersebut. ”Mereka membuat serta menyebarkan pupuk sudah lima tahun. Bahkan sudah sampai ke Kalimantan, Sumatera hingga Aceh,” kata Agung.
Dalam sebulan, para pelaku mendapat keuntungan mencapai Rp300 juta. Atau dalam setahun bisa meraih penghasilan hingga Rp3,6 miliar. Para pelaku dijerat pasal berlapis yaitu Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, Perdagangan, Sistem Budidaya Tanaman serta mengenai Perindustrian. ”Salah satu dari mereka baru keluar penjara empat bulan lalu,” imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Pupuk dan Pestisida Kementerian Pertanian Muhrizal Sarwani mengatakan, penggunaan pupuk palsu tidak memberikan efek pada tanaman. Sebab, pupuk terbuat dari campuran tanah, kapur dan pewarna pakaian dengan alat. “Tanaman yang menggunakan ini tidak akan tumbuh maksimal,” kata Muhrizal.
Dia menegaskan, petani dapat mengalami kerugian mencapai Rp6 juta hingga Rp9 juta setiap hektare. Selain itu, pemerintah juga sudah menyediakan pupuk bersubsidi dengan harga Rp2.300 dalam satu kilogram. ”Kalau pupuk palsu ini harga pasaran mencapai Rp1.000 per kilogram, sehingga kebanyakan petani memilih harga yang lebih murah. Padahal mereka belum mengetahui kualitasnya seperti apa,” jelasnya.
Lebih lanjut Muhrizal mengimbau petani waspada terkait peredaran pupuk di pasaran. Sebab, secara tampilan pupuk asli dan palsu tidak dapat dibedakan. ”Kecuali pupuk urea yang dapat dibedakan dari baunya, sedangkan yang lainnya hanya dapat diketahui melalui tes laboratorium,” imbuhnya.
(lip/er/py)