METROPOLITAN - Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin menyayangkan terpilihnya Osman Sapta Odang atau Oso sebagai Ketua DPD RI yang baru. Menurut dia, terpilihnya Oso sebagai ketua adalah pelanggaran dari putusan Mahkamah Agung (MA).
Hal ini disebabkan Oso saat ini juga merupakan Ketua Umum (ketum) Partai Politik (Parpol) Hanura. Menurutnya hal ini yang bertentangan ketika ketua umum parpol juga menjabat ketua DPD RI yang mewakili daerah dan non parpol.
"Ketum parpol jadi Ketua DPD RI bertentangan dengan substansi putusan MA,".
Irman memaparkan kutipan pertimbangan Putusan MA No. 20P/HUM/2017 tersebut. "Bahwa pada hakikatnya pengabdian setiap negarawan, termasuk anggota DPD, pada tingkat tertinggi adalah kepada bangsa dan negara. Anggota DPD yang terpilih menjadi pimpinan DPD, memimpin lembaga yang tugas utamanya adalah menyerap dan mengartikulasikan aspirasi daerah, sehingga dengan jabatan tersebut saluran aspirasi dari daerah dapat terwakili dalam proses pengambilan keputusan nasional."
"Namun demikian, tidak seperti MPR/DPR, DPD tidak dicalonkan melalui Partai Politik. Oleh sebab itu, tidak terdapat pengelompokan kekuatan politik didalamnya. Menjadi pimpinan lembaga bukanlah untuk mewakili kelompok tertentu, melainkan untuk institusi DPD itu sendiri, sehingga tidak sepatutnya apabila jabatan pimpinan DPD tersebut dipergilirkan yang dapat menimbulkan kesan berbagi kekuasaan."
Kutipan putusan MA ini, menurutnya sangat jelas pimpinan DPD RI bukanlah mewakili kelompok tertentu apalagi salah satu parpol. Karena itu ia menilai terpilihnya Oso merupakan pelanggaran dari putusan MA itu sendiri.
"Meski ia mundur sebagai ketua parpol, tetap tidak sah," ujarnya. Maka dengan kata lain, menurutnya pimpinan DPD RI yang sah adalah GKR Hemas dan Farouk hingga 2019.
SUMBER : republika.co.id