METROPOLITAN - Salah satunya perdamaian di Filipina pada saat zaman Soeharto.Perdamaian Filipina berawal pada awal periode 1980-an, saat Presiden Filipina Ferdinand Marcos berusaha mencari dukungan dari negara-negara Timur Tengah dan Indonesia untuk menyelesaikan konflik dengan Bangsa Moro di Mindanau. Saat itu Moro ingin merdeka dan memisahkan diri dari Filipina.
Marcos bertemu dengan Soeharto diĀ Jakarta, meminta penyelesaian soal Moro agar tetap menjadi bagian Filipina. Soeharto menerima permintaan Marcos. Indonesia setuju untuk mendamaikan konflik dengan syarat Bangsa Moro tetap menjadi bagian dari Filipina.
Langkah perdamaian ini diteruskan oleh pengganti Marcos, Presiden Corazon Aquino. Tahun 1989, disepakati otonomi daerah istimewa untuk kawasan Muslim Mindanau. Namun hal itu tak lantas membuat konflik selesai.
23 September 1993, Presiden Fidel Ramos mengunjungi Presiden Soeharto di Jakarta. Kembali meminta bantuan untuk menyelesaikan konflik di Mindanau.
Indonesia kemudian membawa masalah Mindanau ke Forum Menteri Luar Negeri Negara Muslim. Dibentuk Komite Enam, dengan Indonesia sebagai ketuanya.
"Indonesia dipilih karena menjadi negara Muslim terbesar, punya kepemimpinan yang kuat di kawasan ASEAN dan punya pengalaman menengahi konflik di Kamboja." Demikian ditulis Anak Agung Banyu Perwita dalam buku Indonesia And The Muslim World.
Tak mudah menyelesaikan konflik pemerintah Filipina dengan Bangsa Moro. Indonesia selalu terlibat sebagai fasilitaror. Akhirnya perjanjian damai bisa diteken antara kedua pihak tahun 1996.
SUMBER : liputan6.com