METROPPOLITAN - JAGO. Julukan itu diberikan kepada Rohani, kakek 80 tahun dari suku Bajo, Pulau Togean (Sulawesi), karena ketangguhannya menyelam. Seperti kebanyakan lelaki Bajo, Rohani bisa menyelam untuk berburu ikan dan hewan laut lainnya sampai kedalaman 70 meter selama beberapa menit. Uniknya, semua itu dilakukan tanpa menggunakan alat penyelam. Bermodal kacamata berbingkai kayu, kemampuan menyelam orang Bajo di luar batas kemampuan manusia biasa.
Kisah hidup Rohani diangkat menjadi film dokumenter dengan judul Jago: A Life Underwater. Film yang ditayangkan pada 2015 ini menyabet beberapa penghargaan, termasuk Grand Teton Award dari Jackson Hole Wildlife Film Festival.
Sementara di Jakarta pada 6 April 2018, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi meresmikan Pusat Genom Nasional di Lembaga Biologi Molekular Eijkman. Pusat penelitian ini dibentuk sebagai pusat referensi penelitian genom, “cetak biru” manusia di Indonesia.
Dengan dilengkapi teknologi sekuensing atau pengeja huruf DNA canggih, berbagai penelitian berbasis genom diharapkan bisa dilakukan di Indonesia, baik secara mandiri maupun kolaborasi. Selama ini mayoritas penelitian tentang asal-usul manusia Indonesia dan penelitian kedokteran berbasis genom Indonesia mengamati segmen kecil dalam genom, misalnya satu gen atau satu kromosom Y saja. Dengan teknologi yang baru diresmikan, sekarang penelitian dapat dilakukan pada seluruh bagian genom yang memuat sekitar 20.000 gen. Gen sendiri merupakan unit kecil dari genom yang memberikan instruksi pembuatan protein.
Di dunia tonggak penelitian genom manusia sendiri sebenarnya dimulai seperempat abad lalu dengan dibentuknya Human Genome Project . Proyek sains raksasa yang menghabiskan USD3 miliar ini bertujuan memetakan 3 miliar huruf DNA penyusun genom. Peta genom ini menjadi acuan sekaligus katalis pencarian gen yang berkontribusi terhadap manifestasi penyakit atau karakteristik manusia.
SUMBER : sindonews.com