Senin, 22 Desember 2025

Pemkab Bogor Incar Produsen Plastik

- Senin, 19 Agustus 2019 | 09:18 WIB

METROPOLITAN - Tepat pada Sabtu (17/8), masyarakat Kabupaten Bogor mendekla­rasikan diri sudah merdeka dari plastik, melalui Peraturan Bupati (Perbup) yang menga­tur tentang Bogor Asri Tanpa Plastik (Antik) di seluruh tem­pat perbelanjaan modern. Begitu juga dengan pabrik plastik yang saat ini sedang diincar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor.

Gaya hidup yang semakin tidak terkontrol dalam peng­gunaan plastik menjadi penye­bab utama Bupati Bogor Ade Yasin mengeluarkan perbup terkait pengurangan penggu­naan plastik dan styrofoam untuk toko modern, pusat per­belanjaan, retail, hotel, restoran dan kafe. Sedangkan untuk perangkat daerah, instansi ver­tikal, Badan Usaha Milik Dae­rah (BUMD), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), badan usaha milik swasta dan lem­baga pendidikan juga tidak luput dari peraturan tersebut.

Kepala Bidang (Kabid) Pengo­lahan Sampah pada Dinas Ling­kungan Hidup (DLH) Kabupa­ten Bogor, Atis Tardina, meny­ampaikan bahwa Perbup Antik adalah langkah awal Kabupaten Bogor dalam mengurangi jum­lah penggunaan kantong plastik, sedotan dan styrofoam yang pemakaiannya sudah mencapai 11,6 juta lembar plastik per ha­rinya. “Jika dirata-ratakan satu orang di Bogor menggunakan dua lembar kantong plastik setiap harinya, maka tinggal dikalikan saja jumlah penduduk yang su­dah 5,8 juta. Jadi kurang lebih hasilnya segitu,” katanya kepada Metropolitan.

Walaupun sudah ada peraturan yang tentunya juga akan ada sanksi bagi yang melanggar, Atis menilai bahwa permasalahan sampah plastik tidak berhenti sampai pada penyedia saja. Te­tapi yang paling penting adalah dari produsennya atau pembuat­nya.

Atis mengaku hingga kini Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelo­laan Sampah sudah menga­manahkan bahwa produsen harus bertanggung jawab atau disebut Extended Produsen Responsibility (EPR). “Saat ini EPR masih digodok pemerin­tah yang Insya Allah akan di­selesaikan pada 2019 ini,” te­rangnya.

Atis melanjutkan, yang sulit dalam menangani masalah sampah adalah sampah kema­san. Sebab dalam satu kemasan itu biasanya ada beberapa layer atau lapisan yang me­nyulitkan proses daur ulang karena harus dipisahkan dulu lapisan per lapisannya. “Con­tohnya beberapa tahun lalu itu ada salah satu produsen mi instan yang memberlakukan penukaran sepuluh bungkus kemasan dengan satu buah mainan,” imbuhnya.

Di lokasi berbeda, Ketua Komunitas Greenna, Nina Nu­raniyah, memberikan respons positif bahwa penerapan Antik adalah hal yang tepat. Sebab, menurutnya, plastik adalah sebuah hasil penemuan yang masih dibutuhkan manfaatnya. “Ini memang kembali kepada pola hidup ya. Jika kita berka­ca pada Bali, di sana itu pene­rapan peraturannya paling bagus, dan gaya hidup masy­arakatnya juga sudah peduli lingkungan,” singkatnya. (cr2/c/mam/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X