METROPOLITAN.id - Komite Pemantau Legislatif (Kopel) melakukan roadshow ke DPRD Kabupaten Bogor. Mereka menawarkan Tata Tertib (Tatib) Partisipatif demi keterbukaan DPRD. Roadshow dilakukan pada Rabu, (11/9) dan diikuti oleh Kopel Indonesia bersawa warga dampingan di Kabupaten Bogor. Mereka diterima oleh Fraksi PKS, legislator PKB Nurodin dan legislator Demokrat Ruhiyat Sujana secara terpisah di ruangan masing-masing. Roadshow ini serentak dilakukan oleh pengurus Kopel Indonesia di sejumlah daerah, yaitu di Maluku Utara, Sulawesi Selatan, DKI Jakarta dan Jawa Barat. DPRD sendiri akan segera membahas Tata Tertib (Tatib) DPRD. Tatib ini merupakan aturan internal yang mengatur mekanisme kerja terkait pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD. Meskipun secara internal Tatib ini adalah aturan internal DPRD, namun implikasinya kepada masyarakat luas yang diwakili anggota-anggota DPRD. Beberapa aturan dalam Tatib ini sangat krusial dan berkaitan langsung dengan ruang pengawasan publik terhadap kinerja dan perilaku anggota DPRD. Salah satu di antaranya adalah aturan tentang rapat terbuka dan rapat tertutup. Kriteria rapat terbuka dan tertutup tidak memiliki standar yang jelas di dalam Tatib itu sendiri. "Karena standar yang tidak ada sehingga Tatib memberikan mandat kepada pimpinan rapat untuk menyatakan terbuka dan tertutup. Implikasinya adalah DPRD dengan tafsirnya sendiri memberikan batasan yang dianggap tertutup dan terbuka," kata Direktur Kopel Indonesia, Anwar Razak. Pengalaman Kopel, seringkali rapat-rapat di DPRD dinyatakan tertutup hanya dengan alasan rapat internal. Kebanyakan rapat internal ini dilakukan ketika menyangkut pembahasa anggaran sekretariat DPRD dan pembahasan APBD secara ke seluruhan. "Selain adanya ruang tafsir berdasarkan kepentingan ini, Tatib DPRD juga tidak menyebut secara jelas informasi apa yang seharusnya dapat diakses publik dan juga tidak aturan tentang mekanisme akses informasi," terangnya. Menurut Anwar, hal-hal tersebut membuat situasi DPRD yang sebenarnya tertutup meskipun selalu dibungkus dengan kata terbuka. Rapat-rapat dibuka untuk umum namun faktanya ruang-ruang gelap itu masih sangat banyak. "Rapat-rapat dan informasi-informasi dibuka ke publik, namun informasi yang detail dikomunikasikan di ruang yang tertutup," ungkap Anwar. Dengan kondisi seperti ini, ia menilai ruang permainan anggota DPRD sangat jelas. Kewenangan yang dimiliki untuk fungsi anggaran, pengawasan dan legislasi adalah bargaining besar yang bisa diuangkan. "Tatib membuka ruang yang longgar karena tidak mengatur secara rinci dan di situlah peluang korupsi diciptakan. Maka kamo mendorong agar DPRD membuat Tatib yang terbuka," pungkasnya. (fin)