METROPOLITAN - Pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada 11-25 Januari 2021. Aturan ini diikuti Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang segera mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan, Jangka Waktu dan Pembatasan Aktivitas Luar Rumah Pembatasan Sosial Berskala Besar. Namun, pemberlakuan aturan ini menimbulkan berbagai pro dan kontra, terutama dari pengusaha. Salah satunya diungkapkan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Diana Dewi. Diana menyebutkan, dunia usaha berkeberatan dengan rencana pemerintah untuk menerapkan PPKM. Sebab, kebijakan ini disebut akan meredupkan sektor ekonomi. ”Menyikapi tentang beberapa penyusunan ulang kriteria pengetatan pembatasan mobilitas masyarakat untuk mencegah penularan Covid-19, kami masih melihat bahwa hal ini sama saja kita kembali ke pembatasan awal yang kita pernah lakukan,” katanya. Diana setuju apabila pemerintah harus tegas menegakkan protokol kesehatan dalam aktivitas masyarakat. Namun, pembatasan jam operasional dan kapasitas berpotensi membuat beberapa pusat perekonomian memutuskan untuk menutup usahanya, karena mempertimbangkan beban biaya operasional yang harus ditanggung. Kebijakan ini juga akan berdampak pada lambatnya proses pemulihan ekonomi masyarakat. ”Untuk itu, kami meminta kepada pemerintah mempertimbangkan masukan dan kondisi dunia usaha nasional saat ini,” ujarnya. Sementara itu, Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang, menilai, berbagai kebijakan yang diterapkan pemerintah mengenai pembatasan kegiatan menyebabkan ketidakpastian bagi dunia usaha. Banyaknya kebijakan yang dikeluarkan selama pandemi memukul aktivitas usaha. Bahkan, pembatasan berpotensi menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) lantaran ada penurunan omzet perdagangan. Dengan adanya aturan baru mengenai pembatasan kegiatan ini, pusat perbelanjaan menjadi salah satu sektor yang terdampak langsung. Sebab, operasional mal dan pusat belanja dibatasi hanya sampai pukul 19:00 WIB. Menanggapi keputusan tersebut, Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, menyampaikan, pembatasan kegiatan bagi pusat perbelanjaan, khususnya di DKI Jakarta, akan membuat tingkat kunjungan turun signifikan. Padahal, selama 10 bulan penerapan Pembatasan Pembatasan Sosial Berskala besar (PSBB) karena pandemi Covid-19, pengelola pusat perbelanjaan terus mengalami defisit. Selain itu, aturan baru mengenai pembatasan kegiatan operasional hanya sampai pukul 19.00 WIB, disebut akan membuat pusat perbelanjaan kehilangan waktu puncak atau peak hour pengunjung. Alphonzus juga menyayangkan pembatasan yang dilakukan terhadap pusat perbelanjaan. Sebab, pusat perbelanjaan selama ini menunjukkan keseriusan serta komitmen dalam pelaksanaan protokol kesehatan. Ia menyebutkan, sejak awal pusat perbelanjaan telah memberlakukan protokol kesehatan secara berlapis yang dilakukan pengelola maupun penyewa. ”Sehingga dapat dikatakan bahwa pusat perbelanjaan adalah salah satu fasilitas masyarakat yang aman dan sehat untuk dikunjungi,” pungkasnya. (kps/els/py)