METROPOLITAN - Warga Kampung Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi, dihebohkan suara dentuman disertai gemuruh pada Sabtu (30/1) malam. Suara tersebut didengar warga penyintas bencana alam pergerakan tanah sekitar pukul 19:00 WIB. Mereka pun berlarian ke Posko Bencana di SDN Ciherang, karena takut terjadi hal yang tak diinginkan. Relawan kebencanaan di kampung tersebut, Asep Has, mengatakan bahwa warga sempat berhamburan ketika mendengar suara gemuruh tersebut. Mayoritas warga merupakan pengungsi mandiri yang terdampak bencana pergerakan tanah. ”Malam hari pada berhamburan. Saya tiap hari di sini memantau pengungsi. Laporan dari warga tidak hanya di Ciherang, tapi warga yakin suara berasal dari lokasi mereka,” katanya. Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat anomali gelombang seismik saat warga melaporkan kejadian itu. ”Hasil monitoring BMKG terhadap beberapa sensor seismik di wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, menunjukkan adanya anomali gelombang seismik saat warga melaporkan suara gemuruh yang disertai bunyi dentuman,” kata Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono. Daryono menjelaskan, durasi rekaman seismik hanya berlangsung tujuh detik, saat di atas pukul 19:00 WIB. ”Tampak sangat jelas adanya rekaman seismik yang terjadi pada pukul 19:00:36 hingga 19:00:43 WIB. Lama durasi rekaman seismik berlangsung cukup singkat hanya selama 7 detik,” ungkapnya. Menurutnya, anomali seismik ini tampak sebagai gelombang frekuensi rendah (low frequency). Sepintas bentuk gelombangnya (waveform) seismiknya tampak mirip rekaman longsoran atau gerakan tanah. Fenomena alam gerakan tanah memang lazim menimbulkan suara gemuruh, bahkan dentuman yang dapat didengar warga di sekitarnya. Ia menduga fenomena ini akibat proses gerakan tanah. ”Menurut laporan warga, getaran itu muncul setelah hujan deras mengguyur. Jadi, dugaan kuat yang terjadi adalah adanya proses gerakan tanah yang cukup kuat hingga terekam di sensor gempa milik BMKG,” tuturnya. Kendati demikian, dia menjelaskan, verifikasi perlu dilakukan dengan survei lapangan untuk memastikan apakah fenomena ini akibat gerakan tanah. “Untuk verifikasi tampaknya perlu dilakukan survei lapangan di wilayah, di mana terdengar suara gemuruh untuk mencari apakah ada rekahan di permukaan akibat gerakan tanah tersebut. Jika tidak ditemukan, maka besar kemungkinan proses gerakan tanah terjadi di bawah permukaan tanah,” bebernya. Sebelumnya diberitakan, warga mendengar suara gemuruh yang kemudian diakhiri suara dentuman. Bencana di Kampung Ciherang terjadi sejak 13 Desember 2019. Catatan yang diperoleh, terdapat 3 rumah rusak berat, 13 rumah rusak sedang, terdampak 16 rumah, terancam 101 rumah dan mengungsi 35 rumah. Sedangkan rumah yang dibongkar 6 rumah. (rdp/ imk/els/py)