METROPOLITAN – Warga Kampung Cibitung, RW 05, Padurenan, Kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi, Jawa Barat, tidak mengetahui bahwa ada praktik aborsi ilegal di lingkungannya. Subdit V Sumdaling Krimsus Polda Metro Jaya pun sudah menangkap tiga pelaku kasus tersebut. Ketiganya berinisial ER, RS dan ST. ER dan ST merupakan pasangan suami istri, pemilik rumah yang dijadikan tempat praktik aborsi. Boim, tetangga pelaku, mengaku tidak mengetahui bahwa ER dan ST ternyata membuka praktik aborsi ilegal. Ia kaget ketika polisi melakukan penggerebekan dan menangkap pelaku. ”Ya bukan kaget lagi, kami tidak tahu urusannya, datang mobil banyak dari polisi, kami kaget,” kata Boim. Selama ini Boim tidak mengetahui pelaku memiliki latar belakang kedokteran atau kebidanan. Boim hanya tahu bahwa pasutri tersebut memiliki bisnis kuliner. ”Dagang nasi kalau yang saya tahu di Royal Park, sayur matang, gado-gado begitu,” ujarnya. Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus, mengatakan, ketiga pelaku memiliki peran masing-masing dalam melancarkan praktik aborsi ilegal tersebut. ER berperan sebagai pelaku yang melakukan aborsi, ST (suami ER) berperan melakukan pemasaran, penjemputan pasien dan penerima uang hasil aborsi. Terakhir, seorang perempuan berinisial RS sebagai pemilik janin yang diaborsi. RS merupakan pasien kelima yang melakukan aborsi di kediaman pelaku. ”Kami masih dalami karena baru empat hari di rumahnya, tapi sudah lima pasien yang aborsi dan kelima ini yang ditangkap,” ujar Yusri. Ketiga pelaku dijerat pasal berlapis dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara. ”Para pelaku dijerat pasal berlapis dengan ancaman hukuman pidana maksimal 10 tahun penjara,” ungkapnya. Pasal berlapis yang menjerat yakni Pasal 194 Jo Pasal 75 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun. Selanjutnya Pasal 77A JO Pasal 45A Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun. Lebih lanjut mantan Kapolres Tanjungpinang itu mengungkapkan, sebelum membuka praktik di kawasan Pedurenan, Bekasi, pasutri berinisial IR dan ST itu pernah membuka praktik aborsi di kawasan Bekasi pada September 2020. Ia membuka praktiknya saat itu selama satu bulan dengan pasien 15 orang, tapi dari 15 pasiennya itu hanya 12 orang yang dilakukan tindakan aborsi oleh pelaku. ”Maka dari itu, kami akan dalami lebih lanjut apakah jumlah pasiennya benar seperti yang dikatakan pelaku. Begitu juga yang saat ini dia kan ngakunya baru empat hari dan ada lima pasien,” katanya. Pria kelahiran Sulawesi Selatan itu menambahkan, pelaku belajar melakukan aborsi di tempat kerja sebelumnya, klinik aborsi ilegal di kawasan Tanjungpriok, Jakarta Utara, selama empat tahun. Di sisi lain, pelaku juga tidak memiliki kompetensi apa pun di bidang kesehatan, apalagi di bidang kedokteran. ”Alat yang digunakan sama seperti di tempat dia belajar saat ikut di salah satu tempat aborsi ilegal di Tanjungpriok. Tidak sesuai standar kesehatan yang digunakan, baik kebersihan maupun tindakan kesehatan yang dilakukan,” pungkasnya.(jpnn/els/py)