Senin, 22 Desember 2025

Ini Analisis Hukum Pelaporan Perkara RS UMMI Yang Menyeret Habib Rizieq Versi Pemkot Bogor

- Kamis, 15 April 2021 | 14:34 WIB
Wali Kota Bogor Bima Arya didampingi Kabag Hukum Alma Wiranta saat menghadiri sidang Habib Rizieq sebagai saksi, Rabu (14/4) lalu. (Ist)
Wali Kota Bogor Bima Arya didampingi Kabag Hukum Alma Wiranta saat menghadiri sidang Habib Rizieq sebagai saksi, Rabu (14/4) lalu. (Ist)

METROPOLITAN.id - Persidangan Pidana dalam Perkara RS Ummi yang tidak melaporkan pasien dari luar daerah yang diindikasi terpapar Covid-19, yakni Habib RIzieq Shihab kepada Satgas Covid-19 Pemkot Bogor memasuki babak pemeriksaan saksi-saksi, di PN Jakarta Timur, Rabu (15/4) lalu. Dalam persidangan, tim kuasa hukum maupun terdakwa mencecar saksi Wali Kota Bogor Bima Arya sebagai Ketua Satgas, dengan mempertanyakan terkait pelaporan pelanggaran protokol kesehatan ke pihak Polresta Bogor Kota. Kepala Bagian Hukum dan HAM, Alma Wiranta mengatakan, pihaknya telah memberikan analisis hukum dalam kasus RS UMMI kepada Satgas Covid-19 per 27 November 2020. Berupa kajian hukum dalam pelaporan pidana terhadap perbuatan pihak RS UMMI yang tidak kooperatif dalam memberikan informasi, pelanggaran administratif terhadap aturan hukum. "Diantaranya pasal 10 huruf a Peraturan Walikota Bogor Nomor 110 tentang PSBMK jo Pasal 5 huruf h Peraturan Walikota Nomor 107 tentang sanksi pelanggar tertib kesehatan, sedangkan pelanggaran pidana merujuk pasal 93 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan," katanya, Kamis (15/4). Ia menambahkan, peristiwa yang terjadi pada 26 Nopember 2020 di RS UMMI itu adalah peristiwa menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di Kota Bogor. Serta menjadi tugas Satgas Covid-19 untuk mendapatkan informasi pelaksanaan protokol kesehatan melalui uji swab untuk warga Kota Bogor. "Jelas dasar hukumnya Satgas Covid-19 Kota Bogor melaporkan hal ini," tukasnya. Sehingga perlu diambil tindakan tegas yang terukur, dengan menguji apakah peristiwa ini merupakan pidana atau tidak. Setelah melaporkan secara pidana terhadap pihak yang berwenang, maka pelaporan tersebut tentunya akan diteliti dengan seksama. "Di Kota Bogor telah terjadi 2 (dua) peristiwa pelanggaran hukum atas pemberlakuan PSBB dan pelanggaran Protokol kesehatan, namun semua peristiwa tersebut tidak dapat dilanjutkan ke persidangan dikarenakan tidak cukup bukti dan tidak terpenuhi unsur pasal yang dipidanakan," ujarnya. "Sehingga informasi hanya perkara ini yang dipidanakan perlu kami klarifikasi kepada publik, bahwa Pemerintah Daerah Kota Bogor komitmen dan konsisten menjunjung hukum sebagaimana dalam Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan disiplin dan Penegakkan Hukum Protokol Kesehatan Dalam pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019," jelas Alma. Ia menegaskan bahwa apa yang dilakukan wali kota Bogor sebagai Ketua Satgas Covid-19 Kota Bogor bukan berdiri sendiri. Melainkan bersama-sama dengan Forkopimda yang didalamnya ada unsur instansi vertikal, ditambah dengan kontrol DPRD Kota Bogor serta beberapa komponen lainnya baik akademisi maupun tokoh agama. Serta Satgas Covid-19 ini dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2020 dan dalam koridor pendampingan hukum yang dilakukan oleh Bagian Hukum dan HAM memastikan dengan kajian, bahwa peristiwa tersebut sebagai peristiwa pidana dalam pandangan kaidah rule of law untuk mendapatkan kepastian hukum. "Sehingga kedudukan Wali Kota Bogor Bima Arya sebagai Ketua Satgas Covid-19 dipastikan telah tepat dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk menjaga wilayah Kota Bogor sebagai Daerah Otonomi terhadap 3 status kedaruratan yang belum dicabut oleh Pemerintah pusat,” tuntasnya. (ryn)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X