METROPOLITAN – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kembali memperpanjang masa Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro hingga Juni 2021. Namun, volume lalu lintas di sejumlah jalan di ibu kota lebih padat jika dibandingkan saat masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pengamat Tata Kota dan Lingkungan, Nirwono Joga, menilai pelaksanaan PPKM Mikro harus dijalankan lebih ketat lagi. Salah satunya dengan memberlakukan ganjil-genap, namun yang perlu dipastikan lebih dulu adalah status kota Jakarta dari penyebaran virus Covid-19. ”Apakah Jakarta sekarang dalam kondisi pandemi atau pascapandemi? Kalau memang Jakarta masih dalam kondisi pandemi, maka penekanan atau pelaksanaan PPKM harus lebih ketat lagi,” ujar Nirwono Joga dalam Forum Group Discussion bertajuk Pemberlakuan Kembali Ganjil-Genap, Rabu (2/6). Nirwono melanjutkan, konteks ganjil-genap ini diberlakukan untuk membatasi mobilitas masyarakat. Sebab, pola kerja work from home yang digaungkan dinilai sudah tak efektif. ”Konteksnya adalah menghindari kerumunan dan yang terpenting membatasi mobilitas, mobilitas apa contohnya, misal aturan pelaksanaan work from office-nya, karena beberapa hari ini, mulai minggu ini sudah ada beberapa kantor dalam catatan kami sudah mulai aktif 50 persen bahkan mulai menyentuh 75 dan 100 persen work from office-nya, artinya sudah ada peningkatan kerja,” ujarnya. ”Ini kan tentu tidak selaras tentang semangat yang dibangun tentang work from home-nya, yang dioptimalkan 50 - 75 persen, misalnya,” sambungnya. Di sisi lain, Dinas Perhubungan Jakarta juga mencatat kenaikan volume lalu lintas pada masa PPKM Mikro. Niwono menilai PPKM mulai longgar, sehingga banyak masyarakat yang berani melakukan mobilitas. ”Sementara dalam catatan kami juga pusat keramaian seperti mal, pasar, wisata jauh dari angka yang ditargetkan 30 persen. Tapi ada peningkatan yang cukup ekstrem di sini. Nah, ini kalau tadi PPKM ketat seharusnya dikembalikan menjadi 30 persen misalnya. Tetapi ini harus didukung dengan layanan angkutan umum yang memadai baik armada dan waktu kedatangan dengan prokes yang ketat tadi,” sambungnya. Namun, ganjil-genap ini dinilai tak perlu diterapkan jika tercapai beberapa indikator keberhasilan. ”Indikator kepadatan berkurang, lalu lintas lancar, kualitas udaranya cukup membaik, polusi udara menurun dan kondisi stres berkurang. Nah jika itu berhasil diterapkan maka ganjil-genap belum perlu diterapkan. Jadi kuncinya di sini, kalau PPKM-nya ketat dan berhasil, dan indikator-indikator ini terjadi di lapangan maka ganjil-genapnya belum perlu diterapkan,” jelasnya.(de/yok/py)