METROPOLITAN.id - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor Atang Trisnanto menilai perlu ada enam langkah penanganan pasca terjadinya kekerasan pelajar yang menyebabkan siswa SMA tewas, beberapa waktu lalu. Menururnya, masalah kekerasan pelajar yang menelan korban jiwa merupakan masalah serius yang perlu ditangani dengan sangat serius. Tidak hanya sekedar langkah taktis atau reaktif untuk jangka pendek, tapi juga perlu strategi bersama penanganan yang komprehensif agar tidak terulang kembali. Pertama, kata dia, perlu pendekatan hukum di mana harus menegakkan hukum terhadap pelaku kekerasan. Tidak hanya buat pelaku, tapi juga untuk orang-orang yang membantu pelaku dalam melakukan tindakan kekerasan. "Perlu efek jera dengan hukum yang berat dan tegas. Menghilangkan nyawa orang lain atau mengakibatkan orang lain terluka adalah tindakan kriminal serius," katanya. Kedua, pendekatan pola pembelajaran. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat (KCD), Dinas Pendidikan Kota Bogor, dan sekolah perlu merumuskan satu pola pembelajaran yang menjadikan siswa disibukkan dengan kegiatan yang ada disekolah baik akademik maupun non akademik. "Ini bisa dilakukan dengan memberikan pelajar ruang maksimal untuk menyalurkan aktualisasi mereka ke dalam kegiatan positif baik olahraga, seni, pramuka, ekskul, dan lain sebagainya. Dengan kesibukan positif ini tidak ada ruang bagi pelajar untuk macam-macam diluar," jelasnya. Ketiga, kata dia, pendekatan pembinaan. Sebab pola pendidikan tidak bisa hanya bertumpu pada pembelajaran pengajaran saja. Ia menilai perlu pembinaan intens terhadap kepribadian pelajar. "Kita bisa mencontoh pola pembinaan yang dilakukan oleh sekolah-sekolah yang menghasilkan anak didik yang berperilaku baik. Memiliki mental karakter dan pribadi yang bagus. Success story ini bisa direplikasi," tukas politisi PKS itu. Keempat, Atang menilai pola komunikasi tiga pihak, yaitu anak, orang tua, dan sekolah perlu ditingkatkan. Menurutnya di era digital ini, komunikasi seharusnya bisa dilakukan secara lebih baik. Selain pertemuan reguler secara langsung antar pihak, bisa juga dimanfaatkan platform digital. Termasuk untuk pengawasan real time aktivitas anak-anak di sekolah maupun di luar sekolah. "Kelima apendekatan reward and punishment. Sekolah yang pelajarnya sering terlibat tawuran dan kekerasan diberikan sanksi yang berjenjang. Sebab kita melihat sekolahnya juga itu-itu saja. Sehingga lebih mudah untuk melakukan monitoring dan penerapan sanksi jika diperlukan. Agar masalah ini ditangani secara serius oleh masing-masing sekolah. Banyak instrumen yang bisa digunakan. Sanksi dana BOS, sanksi administratif, sanksi hibah, atau sanksi bentuk lain," tutupnya. Terakhir, untuk mencegah terjadinya kekerasan pelajar tentu yang paling utama adalah peran sentral orang tua dalam hal pengawasan anak. Menurutnya, orang tua harus mampu menjalankan pendidikan dan pengawasan bagi anak-anaknya. Sehingga, penguatan peran orang tua harus menjadi konsentrasi utama. "Pendidikan parenting, kelas pendampingan psikologi, dan pembentukan komunitas orang tua bisa menjadi sarana penguatan peran orang tua," tuntas Atang. (ryn)