METROPOLITAN.id - Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang perubahan status Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) belum juga disahkan. Badan Musyawarah (Bamus) DPRD belum merestui paripurna regulasi perubahan dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) menjadi Perusahaan Umum Daerah (Perumda) lantaran meminta Legal Opinion (LO) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor. Padahal menurut informasi dari Panitia Khusus (Pansus) PDJT, sudah mengantongi restu gubernur Jawa Barat dan LO dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat per 21 Mei 2021. Pansus PDJT juga diketahui bakal purna tugas pada November nanti. Selain LO, para wakil rakyat juga mempertanyakan penggunaan Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) dan dana penyehatan yang diluncurkan pada 2018 silam. Meski begitu, Wali Kota Bogor Bima Arya optimis raperda perubahan status PDJT menjadi perumda akan rampung dalam waktu dekat. "Saya optimis akan segera disahkan. Nggak lama lagi karena PDJT ini kan harus terus segera berlari, karena ada program BTS," katanya, Selasa (19/10). Bima Arya mengakui, masih ada hal-hal teknis yang memang harus diperbaiki dalam raperda tersebut. "Tapi sekali lagi, saya optimis," tegas Bima Arya. meskipun telah selesai pembahasan di panitia khusus (pansus) PDJT, rupanya pengesahannya 'digagalkan' Bamus DPRD Kota Bogor, yang meminta pansus PDJT untuk mendapatkan Legal Opinion (LO) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor. Hal itu terkuak saat rapat pembahasan pansus PDJT dengan Bamus, Kamis (14/10). Ketua Pansus PDJT Shendy Pratama mengatakan, sejauh ini pansus yang dipimpinnya sudah menunaikan kewajiban untuk menyampaikan raperda tersebut kepada Bamus. Sehingga kaitan produk hukum daerah perda PDJT, pihaknya sudah meminta untuk diparipurnakan. "Namun dinamika yang terjadi di Bamus, ada keinginan untuk adanya LO kembali dari kejaksaan. Alasannya untuk mengutamakan prinsip kehati-hatian," katanya kepada wartawan, Kamis (14/10). Pihaknya membenarkan bahwa sudah mengantongi LO dari Kejati Jabar per 21 Mei lalu. Saat disinggung alasan Banmus kembali meminta LO dari Kejari Kota Bogor, menurutnya karena ada permintaan dari koordinator pansus. "Kami di pansus menyakini bahwa untuk memparipurnakan sesuatu peraturan daerah, bukan berarti adanya persetujuan. Pendapat dari kejati itu sudah disampaikan dan telah ditindaklanjuti dengan menghadirkan tenaga ahli yang kompeten agar regulasi tidak bertentangan. Jadi sebetulnya sudah selesai," tegasnya. Sementara itu, Wakil Ketua I DPRD Kota Bogor, Jenal Mutaqin mengatakan bahwa tidak terlaksananya paripurna Raperda PDJT disebabkan adanya permasalahan hukum yang kini tengah mendera PDJT terkait PMP sebelumnya. Ia menjelaskan bahwa secara garis besar peristiwa itu dengan kebijakan membuat satu peraturan daerah dirasa memang tidak saling berkaitan dan sesuatu yang beda. Namun, pada saat rapat dengan kejaksaan beberapa waktu lalu, ketua pansus bertanya mengenai paripurna raperda itu dan memohon arahan ke kejari. "Respon kejari, agar DPRD kembali menyampaikan surat resmi. Karena sudah ada bahasa seperti itu, kami menjaga marwah secata kelembagaan termasuk lebih menyakinkan kami bahwa pengesahan raperda tidak akan berujung masalah," jelasnya. Dengan demikian, sambung Jenal, Bamus mengambil jalan tengah untuk meminta LO kembali. "LO yang pertama kan, PDJT belum ada masalah. Sekarang kan ada masalah. Memang ini peristiwa berbeda, tapi saling berkaitan," kata politisi Gerindra itu. (ryn)