METROPOLITAN - Perang terhadap praktik kejahatan dalam bidang pertanahan terus dilakukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN). Dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Antimafia Tanah yang berkolaborasi dengan aparat penegak hukum, Kementerian ATR/BPN berhasil mengungkap modus-modus dan praktik yang dilakukan mafia tanah. “Mafia tanah itu penjahat yang gunakan tanah sebagai objek kejahatan,” kata Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A Djalil, baru-baru ini. Ia menambahkan, berbagai oknum terlibat dalam praktik mafia tanah. Mulai dari oknum BPN, oknum kepala desa, oknum notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), oknum aparat penegak hukum serta oknum pengadilan. Mafia tanah bergerak dengan menggunakan jaringan dan mengincar tanah milik orang lain. “Modusnya macam-macam, ada yang buat girik palsu. Kita tahu, tanah adat itu bukti kepemilikannya adalah girik. Girik ini bukti pembayaran pajak tanah dulu, tapi 90-an, girik sempat tidak dipakai lagi sehingga ini tidak terkelola,” ujarnya. Menurutnya, girik yang tak terkelola ini kemudian dimanfaatkan mafia tanah. Mereka mencari form-form girik yang sudah tidak terkelola yang ada di kantor pajak. Beberapa hasil temuan kepolisian, form-nya itu asli, tetapi keterangannya palsu. Setelah itu, girik palsu ini digunakan untuk menggugat tanah seseorang. Ketika seseorang digugat mafia tanah, mereka menang karena punya dana dan jaringan. “Kita perangi mafia tanah. Ini merupakan upaya sistematik karena tujuan akhir kita ingin memberikan kepastian hukum hak atas tanah. Kalau Anda punya tanah, Anda bisa tidur nyenyak. Kalau Anda beli tanah, Anda bisa tidur nyenyak. Investor yang berinvestasi di Indonesia, tidak perlu khawatir aset tanahnya digugat orang. Jadi, tujuan akhirnya memberikan kepastian hukum atas bidang tanah,” jelas Sofyan. Apabila ingin menciptakan kepastian hukum hak atas tanah, sambung dia, semua bidang tanah harus terdaftar. Sewaktu pertama kali masuk menjadi menteri ATR/kepala BPN, jumlah tanah yang terdaftar baru sekitar 46 juta bidang tanah. Sementara jumlah bidang tanah di seluruh wilayah Indonesia 126 juta bidang. Jadi, 80 juta bidang tanah belum terdaftar. Lalu, diklasifikasikan kembali oleh menteri ATR/kepala BPN bahwa yang terdaftar itu kebanyakan tanah-tanah di kota-kota besar. “Dahulu kan kita beli tanah sudah ada sertifikatnya, tapi banyak tanah milik masyarakat itu tidak memiliki sertifikat, kenapa? Karena dulu mendaftarkan tanah itu rumit,” ungkap orang nomor satu di ATR/BPN itu. Sebelum 2017, Kementerian ATR/BPN hanya mampu menerbitkan 500.000-1.000.000 sertifikat tanah tiap tahun di seluruh Indonesia. Proses mendaftarkan tanah juga rumit. “Namun sejak era Presiden Joko Widodo hal ini jadi dipermudah. Kita tahu presiden ini kan berasal dari masyarakat biasa. Dia tahu kesulitan-kesulitan ini sehingga ia mempercepat pendaftaran tanah di seluruh Indonesia. Ia menugaskan saya untuk mempercepat pendaftaran tanah. Akhirnya pada 2017 kita kenalkan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL),” tandasnya. (tob/suf/py)