Berawal dari kekhawatiran tidak ada lagi anak muda atau kaum milenial di Kota Bogor yang mau belajar dan paham dunia pertanian, sejak setahun lalu Muhammad Riadul Muslim memantapkan untuk meniti usaha pertanian. Di luar aktivitasnya melakukan syiar Islam dan mengisi dakwah dalam berbagai kegiatan keagamaan, petani milenial itu kini tengah menggarap lahan pertanian seluas 7.000 meterpersegi di wilayah Kelurahan Kayu Manis, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Di lahan tersebut, di tanami belasan ribu pohon cabai rawit pedas. Riadul menceritakan awal mula ketertarikannya terjun menjadi pelaku pertanian didasari keinginan ada regenerasi petani terlebih di Kota Bogor yang memiliki keterbatasan lahan pertanian. Ia khawatir dalam waktu 10 atau 15 tahun kedepan tidak ada lagi anak muda atau kaum milenial di Kota Bogor yang mau belajar dan memahami dunia pertanian. "Kalau tidak mulai dari sekarang masa mau nunggu nanti. Apalagi khususnya generasi milenial dari 100 orang belum tentu semuanya paham cara mengolah lahan. Jangankan mencangkul mungkin tidak tahu, dari situ kemudian saya tertarik untuk belajar dan terjun di dunia pertanian," ujar pria yang juga bekerja di Perumda Pasar Pakuan Jaya Kota Bogor itu. Selain dari semangat itu, Riadul juga melihat sektor pertanian memiliki potensi dari sisi ekonomi yang menjanjikan apabila dikelola dengan baik. "Jadi ada basis ekonomi yang saya lihat, selain kita bisa melakukan budidaya pertanian juga bisa mengembangkan potensi agribisnisnya," tukas pria yang karib disapa Oi itu. Dalam budidaya cabai rawit pedas ini, Oi menerapkan sistem tumpang sari. Sistem ini diterapkan pada lubang bedengan pohon cabai yang tidak tumbuh optimal diganti dengan ditanami pare. Dengan sistem tumpang sari, sambung dia, ada keuntungan yang didapat petani setidaknya dari hasil panen peria bisa menekan biaya pengeluaran pemupukan dan tenaga bantuan yang berjumlah empat orang. Sehingga komoditas cabai adalah utamanya dan hasil tambahannya peria. Ia menjelaskan, cabai yang dikenal dengan sebutan cabai jablay ini baru dapat dipanen akhir Februari 2022 mendatang. Saat ini, pohon cabai sudah memasuki usia empat bulan sejak ditanam awal Oktober 2021 lalu. "Petik cabai (panen) itu bisa dilakukan sampai 3 bulan. Dari 11 ribu pohon cabai yang ditanam kita target mencapai 9 ton, karena diperkirakan sekitar 20 persennya di lapangan tamanan terkena hama ataupun pengaruh faktor cuaca," tandas Oi. Pria 35 tahun itu mengaku dalam hal pemasaran tidak kesulitan. Cabai ini sudah dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan pasar-pasar yang ada di Kota Bogor. "Selain budidaya dan agribisnis kita di sini ada distribusi. Nah, distribusi kita ke pasar-pasar. Oleh karenanya ketika kita terjun ke pertanian, penguasaan pasar juga harus untuk pendistribusian hasil," jelasnya. Oi memperkirakan penjualan cabai mencapai Rp150 juta dengan perhitungan rendah harga cabai dikisaran Rp15.000 per kilogram dengan hasil panen 10 ton. "Kalau bicara keuntungan tinggal dipotong saja biaya operasional," ucapnya. Ia memaparkan aalasannya memilih bertani cabai karena cabai merupakan salah satu jenis sayuran atau bahan makanan yang berpengaruh terhadap inflasi. Ketika terjadi gangguan pertanian ataupun ketersediaan pasokan harga cabai sering kali melambung tinggi. Adanya pasokan cabai dari dalam kota itu bisa membantu pemerintah menekan inflasi dan memenuhi kebutuhan pasar. "Untuk itu kita harapkan di Kota Bogor ditengah keterbatasan lahan ini generasi mudanya generasi milenialnya turut membangun pertanian perkotaan bersama untuk memberikan banyak manfaat," pungkasnya. (ryn)