METROPOLITAN.id - Dewan Koperasi Indonesia Daerah (Dekopinda) Kota Bogor versi Sri Untari Bisowarno melakukan audiensi dengan Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim di Balai Kota Bogor pada Senin (6/6). Kedatangan mereka untuk mengadu dan meminta kejelasan terkait dengan masih terjadinya dualisme kepemimpinan Dekopinda di Kota Bogor, antara Ade Sarif versi Nurdin Halid dengan Mulia Aryateja dibawah Sri Untari. Ketua Dekopinda Kota Bogor, Mulia Aryateja menuturkan, Putusan Mahkamah Agung (MA) sudah jelas menolak kasasi Nurdin Halid sekaligus menguatkan putusan banding sebelumnya. Dengan putusan tersebut, dijelaskan dia, seharusnya sudah sangat jelas kemenangan atas amar putusan yang telah berkekuatan hukum tetap itu jatuh pada Sri Untari Bisowarno. Hal itu juga diperkuat dengan putsan MA Nomor 487 K/TUN/2021 tertanggal 30 November 2021. "Hasil Munas yang digunakan Penggugat (NH) untuk mendapatkan legitimasi sebagai Ketua Umum Periode ketiga (2019-2024) belum mendapat pengesahan pejabat yang berewenang sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 59 UU No.25/1992 tentang Perkoperasian," kata Mulia. Karena itu, penggugat tidak memiliki kedudukan hukum untuk mempersoalkan keabsahan obyek sengketa. "Hari ini kita ingin mengetahui sikap dari Pemkot seperti apa. Karena (kasus) dualisme kepengurusan Dekopin, dualisme ini berawal dari pusat. Setelah ada putusan, berkali-kali bersurat ke wali kota, namun tidak ada respon," ucapnya. Karena itu, keputusan di bawahnya selain kepengurusan Sri Untari harus dinyatakan tidak berlaku. Dirinya juga mempertanyakan sikap Pemkot Bogor yang masih ambigu dalam menyikapi putusan MA. Sebab, hingga saat ini sebagai mitra pemerintah di bidang gerakan koperasi sesuai amanat UU Nomor 25 tahun 1992 Bab XI tentang Lembaga Gerakan Koperasi pasal 57 dan 58. Pasca melaksanakan Musda pada 29 Januari 2021 hingga saat ini Pemkot Bogor masih belum merespon kepengurusan Dekopnda versi Mulia Aryateja. Mulia mengatakan, dengan adanya dualisme tersebut, sejumlah program yang telah disiapkan sebelumnya tidak bisa berjalan. "Sekalian kami mempertanyakan (anggaran hibah) sejak tahun 2020, kemana anggaran hibah yang biasa dipakai Depkopinda," ucapnya. Disisi lain, pihaknya sebenarnya sudah meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor agar menahan anggaran hibah sejak terjadi kasus dualisme. "Saya sebagai Plt bersurat agar anggaran tidak digunakan ke salah satu pihak, sampai kedua putusan hukum tetap. Kalau tidak salah anggaran terakhir hibah Rp700 jutaan," ucapnya. Dekopinda versi Sri Untari juga sempat mempertanyakan kepemilikan aset sejak ketua periode tahun 2015-2020. "Oke tempat ngontrak, isinya, AC, komputer dan sebagainya, Itu yang ingin kejelasan. Hanya saja tadi arahnya rekonsiliasi," ujarnya. Sementara itu, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim akan mendorong kasus dualisme Dekopinda Kota Bogor agar segera berakhir. Kedepan, pihaknya akan mengupayakan dua kubu untuk musyawarah untuk mufakat. "Jadi di Kota Bogor tidak perlu ada kubu-kubuan. Koperasi harus solid," singkatnya. (rez)