Senin, 22 Desember 2025

Buntut Temuan BPK di Bogor, Pengamat Sebut Ini Penyebabnya

- Kamis, 11 Agustus 2022 | 20:42 WIB

METROPOLITAN.id - Pengamat administrasi dan kebijakan publik dari Universitas Djuanda Bogor, Denny Hernawan angkat suara terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Bogor tahun 2021 yang belum diselesaikan sampai saat ini. Menurut Denny, ada beberapa kemungkinan yang menjadi penyebab terjadinya kelebihan pembayaran, dalam kegiatan pembangunan di 5 mega proyek tersebut. Pertama, dapat dilihat dalam perspektif perencanaan. Di mana, jika perencaan sudah dilakukan dengan benar, menggunakan asumsi perencanaan anggaran yang baik, tentu ketika anggaran dilaksanakan itu asumsinya harus sudah sesuai dengan kondisi objektif yang ada pada saat anggaran selesai dilaksanakan. "Jadi kalau misalkan asumsi yang dibuat pada saat menyusun perencanaan anggaran dalam hal ini anggaran APBD itu salah, itu kan implikasinya bisa panjang," kata Denny kepada wartawan, Kamis (11/8). "Ya walaupun ada perubahan APBD, tapi kan tidak bisa setiap saat bisa dilakukan perubahan, harus menunggu satu semester dulu baru dilakukan perubahan APBD," sambungnya. Akan tetapi, diakui Denny, dalam persoalan kelebihan pembayaran ini pihaknya juga tidak mengetahui secara persis apakah pada saat penyusunan RAPBD tahun berjalan itu asumsi yang digunakannya seperti apa. "Saya tidak tahu persis. Tapi kalau misalkan memang ada kelebihan bayar sampai Rp600 juta lebih, sangat boleh jadi itu terkait (kesalahan) dengan adanya kaitan perencanaan anggaran diawal, sehingga asumsinya berbeda atau bagaimana, sehingga harus ada kelebihan membayar itu," ucap dia. Kemudian, faktor kedua, semisal asumsi sudah bagus tetapi ada hal-hal diluar kemampuan atau force majeure yang terjadi, sehingga ada kelebihan anggaran yang harus dibayarkan. "Misalkan karena harga minyak lagi naik, bencana alam yang tidak diprediksi sebelumnya, itu bisa jadi penyebabnya," imbuhnya. Ketiga, faktor persoalan ini bisa terjadi karena adanya aspek mal administrasi. Di mana, aspek ini bentuknya bisa bermacam-macam, seperti terkait permasalahan kompetensi yang tidak memadai, salah penggunaan dan salah kelola anggaran serta lain sebagainya. "Kalau mengikuti perspektif mal administrasi, indikasi untuk mengatakan bahwa itu mal administrasi sudah ada, karena salah satu indikator kuatnya adalah adanya kerugian anggaran," ungkapnya. "Walaupun uangnya dikembalikan ke kas negara oleh pengusaha sebagai pelaksana anggaran, berarti itu (persoalan ada) pada aspek pengawasannya dong," sambung dia. "Intinya seperti ini, misalkan perencanaan sudah bagus, jangan-jangan pada tahap pelaksanaan dan pengawasan si pelaksana dalam tanda kutip nakal, kemudian pengawasannya kontrolnya kurang, sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran. Masalah mal administrasi itu dilihat dari perspektif itu," bebernya. Meski demikian, dituturkan Denny, hal-hal yang sudah disampaikan dirinya itu hanya sebagai gambaran, kenapa bisa terjadi fakta adanya temuan kelebihan pembayaran tersebut. "Ini hanya gambaran, boleh jadi diakibatkan karena yang saya telah sebutkan," kata Denny. Dalam kesempatan ini, Denny juga menambahkan, dalam persoalan kelebihan pembayaran ini, jangan dipikir uang yang kembali ke negara itu dapat disebut sebagai good goverment yang baik. Sebab, jika persoalan seperti ini terus berulang dan terjadi dan setiap tahunnnya, untuk apa ada peran pihak terkait yang selama ini melaksanakan tugas dan fungsinya secara spesifik mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan anggaran. "Tidak bisa begitu, kita harus idealnya hulu ke hilirnya benar. Mulai dari tahap perencanaan sesuai prosedur, pelaksanaan dan pengawasan dilakukan dengan benar, jadi tetep harus dilakukan pembenahan," ungkapnya. "Kalau mau jujur sih perlu didukung dengan sistem agar perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan berjalan dengan baik, supaya tidak terjadi lagi di masa yang akan datang," ujar Denny. Diketahui, kasus temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Bogor tahun 2021 yang belum diselesaikan sampai saat ini terus berlanjut. Selain proyek pembangunan gedung Perpustakaan Daerah Kota Bogor mengalami kelebihan pembayaran senilai Rp600 juta. Lalu, proyek pembangunan Alun-alun Kota Bogor mengalami kelebihan pembayaran senilai Rp416 juta. Serta, proyek pembangunan Sekolah Satu Atap SD dan SMP di Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanahsareal juga mengalami kelebihan pembayaran senilai Rp170 juta. Teranyar, proyek pembangunan penataan Jalan Surya Kencana (Surken) dan Masjid Agung pada tahun 2021 juga diketahui mengalami kelebihan pembayaran hingga mencapai Rp750 juta. Diantaranya, Jalan Surken senilai Rp600 juta dan Masjid Agung senilai Rp150 juta. (rez) 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X