METROPOLITAN.id - Rumah Sakit (RS) Islam Bogor secara resmi merampungkan pembangunan gedung Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Bangunan baru yang diberi nama gedung Arafah itu diklaim menjadi rumah sakit pertama di Kota Bogor dalam mendukung program pemerintah tanpa kelas. Peresmian itu sendiri dihadiri langsung Wali Kota Bogor Bima Arya bersama Ketua Yayasan RS Islam Bogor Dwi Sudharto beserta jajaran di gedung Arafah pada Selasa (1/11). “Jadi hari ini momentum yang bersejarah karena satu tahap lagi melangkah maju berkhidmat melayani umat dengan melengkapi sarpras. Dari yayasan dan juga direksi memang meminta ada gedung standar BPJS KRIS,” kata Dwi Sudharto. Menurutnya, keberadaan gedung KRIS Arafah sendiri sebenarnya untuk memenuhi Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021khususnya terkait pelayanan pasien rawat inap BPJS Kesehatan. Karenanya RS Islam Bogor sendiri telah menyelesaikan pembangunan gedung KRIS Arafah. “Gedung Rawat Inap Arafah ini merupakan wakaf dari keluarga besar H. Joenoes bin Arif dengan total biaya sekitar Rp1,5 miliar. Alhamdulillah kita bersyukur karena pembangunanya tanpa mengeluarkan uang,” ucapnya. Untuk itu, hingga kini pelayanan RSIB kepada umat menjadi hal yang paling utama karena hal itu sesuai dengan nafas para pendiri rumah sakit yang dibangun sekitar tahun 1982 silam itu. “Kita ini RS yang belum sangat menguntungkan karena berpihak kepada umatnya besar sekali. Semua pasien datang, kita layani. Jadi, gak komersil meskipun untung itu perlu,” ungkapnya. “Jadi, kita sekarang penerusnya harus mencari dana karena kita yayasan umat wakaf termasuk gedung tadi,” ucapnya. Peresmian gedung KRIS Arafah sendiri memakan waktu selama sembilan bulan lamanya hingga akhirnya diresmikan pada awal November. Sekaligus sebelahnya dibangun gedung pemulasaran jenazah. “Itu selesai sekaligus kita resmikan karena satu rangkaian dengan gedung Arafah,” ucapnya. Diakui Dwi Sudharto, RSIB saat ini mengalami tumbuh dan berkembang, yang semula pada tahun 1991 hanya memiliki kapasitas 24 tempat tidur kini menjadi 114 tempat tidur pada tahun 2022. Dengan komposisi jumlah dokter umum dan spesialis 54 orang dan karyawan 315 orang. “Jenis layanan kesehatan juga semakin beragam, mulai dari medical check-up, radiologi, ultrasonografi, rehabilitasi medik, hemodialisa, laboratorium, serta pelayanan vaksin meningitis dan influenza,” paparnya. Sementara itu, Bima Arya menyebut tantangan yang dihadapi bidang kesehatan dalam beberapa tahun ke belakang hingga saat ini merupakan tantangan terberat. Jika didalami ada tiga tantangan yang dihadapi dalam bidang kesehatan yaitu keseriusan khususnya dalam mempersiapkan bonus demografi untuk menyongsong target Indonesia Emas pada tahun 2045, kondisi yang penuh dengan ketidakpastian, dan terakhir memastikan semua terlayani tanpa melihat latar belakang. “Tanpa fokus dan serius pada bidang kesehatan maka menghadapi bonus demografi untuk target Indonesia Emas pada 2045 tidak mungkin dapat tercapai. Isu stunting, isu kematian ibu dan anak dan sebagainya kalau tidak diseriusi maka 2045 hanya akan menjadi mimpi,” kata Bima Arya. Menurutnya, kondisi saat ini, semua dihadapi pada hal-hal yang tidak pasti, diantaranya kemungkinan hadirnya pandemi lain, persoalan lain di bidang medis dan kedokteran sehingga diperlukan langkah untuk mengantisipasinya. Untuk tantangan ketiga, memastikan semua terlayani. Hal ini kata Bima Arya berkaitan dengan usaha dalam mempersiapkan dan menjemput bonus demografi, jadi tidak hanya disembuhkan penyakit tetapi juga dilayani kebutuhan sehari-harinya agar tetap sehat. Terkait Kamar Rawat Inap Standar (KRIS), Bima Arya menjelaskan sesuai kebijakan pemerintah pusat pada tahap pertama pada bulan Juli 2023, setidaknya 50 persen dari seluruh rumah sakit baik swasta maupun RSUD sudah siap dengan sembilan kriteria dan diakhir tahun 2024 semuanya harus sudah 100 persen dengan 12 kriteria KRIS. Bicara kebutuhan di Kota Bogor, Bima Arya menyampaikan secara umum tidak bisa ditafsirkan dengan angka sekarang berdasarkan rasio dari WHO namun harus diingat wilayah Kota Bogor dikelilingi kabupaten sehingga rumah sakit di Kota Bogor harus siap untuk menampung pasien dari kabupaten. “Hal yang tidak kalah penting adalah soal keberpihakan. Artinya rumah sakit yang masih memerlukan atensi untuk bisa berkembang lebih pesat harusnya menjadi atensi semua dengan tidak berlandaskan hitungan-hitungan semata. Untuk itu saya titip betul untuk hal keberpihakan,” kata Bima Arya. Di akhir sambutan Bima Arya menyampaikan apresiasi atas capaian dan respon positif dari warga Kota Bogor atas pelayanan serta antisipatif yang diberikan RS Islam Bogor. Menurutnya sudah seharusnya semangat amal ibadah menjadi landasan utama dalam dunia kesehatan tidak sekedar komersial. Untuk wakaf yang diberikan, Bima Arya berharap akan menjadi dorongan dan motivasi bagi pihak-pihak lain untuk mengikuti untuk memberikan wakafnya. (rez)