OPERASI pasar gas elpiji tiga kilogram yang digelar Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Bogor rupanya ikut jadi rebutan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kejadian ini ketahuan saat operasi gas melon tersebut digelar di Jalan Paledang Nomor 41, Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Dua lelaki berseragam PNS di Kota Bogor tampak ikut mengantre bersama warga lainnya.
PANTAUAN Metropolitan, pegawai Kelurahan Paledang itu datang bersama seorang rekannya menggunakan sepeda motor dan membawa tabung gas kosong dengan dibungkus kantong plastik hitam. Dia mengantre dengan warga, sementara seorang lainnya menunggu di dekat truk yang membawa 560 tabung gas bersubsidi.
Keduanya datang mengenakan seragam putih hitam lengkap dengan pin lambang Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) di dada bagian kirinya. Menyadari keberadaan wartawan di lokasi operasi pasar, pegawai yang mengantre sempat mencopot pin yang terpasang tersebut.
Ketika ditanya awak media, petugas kelurahan yang diketahui bernama Dian itu mengaku membeli gas dan menyertakan nama kepada petugas administrasi untuk keperluan di kelurahan. “Untuk di kantor (Kelurahan Paledang, red),” katanya.
PNS tersebut membawa tabung gas 3 kg yang dibungkus dengan plastik berwarna hitam. PNS Kelurahan Paledang bernama Dian itu mengaku membeli gas 3 kg lantaran gas di kantornya sudah habis.
Dian nekat mengambil gas bersubsidi karena melihat banyaknya warga yang membeli gas lebih dari satu tabung. “Satu orang tiga tabung, kalau saya hanya mengambil satu tabung saja dan kebetulan gas di kelurahan sedang habis, jadi ya tidak apa-apa,” ujar Dian di area parkir Cafe Pepino, Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, kemarin.
Kejadian ini pun jadi perbincangan. Apalagi Kota Bogor termasuk dalam 102 daerah yang meneken komitmen agar PNS-nya tidak menggunakan gas elpiji 3 kg.
Ketua Hiswana Migas Regional Bogor Bahriun mengaku kaget saat mengetahui ada PNS yang membeli gas 3 kg. “Seharusnya (PNS, red) tidak boleh karena ini kan untuk masyarakat yang tidak mampu,” ujar Bahriun.
Menurutnya, gas 3 kg hanya boleh digunakan masyarakat yang berpenghasilan di bawah Rp2 juta. Sedangkan PNS mendapat penghasilan lebih dari angka tersebut. “Namanya di kelurahan tetap saja, itu kan kantor pemerintah ya jelas beda. Itu kan jelas digaji pemerintah, gede lagi gajinya,” ucapnya.
Apa pun alasannya, lanjut Bahriun, PNS tersebut sudah memberikan contoh yang tidak baik ke masyarakat. “Itu kan ngajarin tidak bener, nanti merembet ke yang lain. Yang itu bisa, dia bisa, kan susah jadinya kalau begitu,” imbuhnya.
Bahriun berjanji akan melaporkan hal itu kepada dinas terkait. “Nanti saya akan ngomong sama Disperindag biar mereka yang menindaklanjuti,” bebernya.
Unit Manager Communication & Relations Pertamina Jawa Bagian Barat Dian Hapsari Firasati juga menyayangkan adanya PNS yang membeli gas 3 kg. “Sesuai instruksi wali kota, para PNS tidak diperbolehkan menggunakan LPG Subsidi 3 kg,” ucap Dian Hapsari.
Dian menambahkan, jika masyarakat yang mampu turut menggunakan LPG 3 kg, maka dikhawatirkan LPG 3 kg menjadi tidak tepat sasaran.
“Karena LPG 3 kg adalah barang subsidi sehingga penggunaannya ada kuota dari pemerintah. Sesuai tulisan yang ada pada tabung, LPG 3 kg sesungguhnya hanya untuk masyarakat tidak mampu. Makanya kami berharap masyarakat yang mampu, apalagi bisnis yang sudah maju, agar tidak menggunakan LPG 3 kg namun beralih ke LPG non subsidi,” tambahnya.