Senin, 22 Desember 2025

17 MAHASISWA HILANG DI GUNUNG PANGRANGO, 1 TEWAS

- Rabu, 7 Desember 2016 | 10:22 WIB

PAGI ITU, kabut asap menyelimuti kawasan Gunung Mas Puncak, Cisarua. 17 mahasiswa dari Universitas Bina Nusantara (Binus) terjebak di tengah hutan setelah menerobos jalur terlarang menuju Gunung Gede Pangrango. Di atas ket­inggian mereka hilang arah. Dinginnya udara pun terasa menusuk tulang. Hingga satu dari mereka tewas kedinginan.

EDWARD (20), mahasiswa Binus yang baru semester satu itu tak sanggup lagi melawan dinginnya udara pegunungan. Rencananya mencapai puncak Gunung Gede Pangrango bersama 16 teman-temannya kandas di tengah jalan. Hujan yang mengguyur kawasan Gunung Mas membuat tubuhnya terasa kelu. Sampai panas tubuhnya mendadak hilang.

Edward atau yang biasa disapa Edu harus meregang nyawa setelah menggigil semalaman. 17 mahasiswa Binus memang sengaja men­erobos Gunung Mas, daerah terlarang yang sebelumnya tak pernah dilewati pendaki lainnya. Tak heran jika akh­irnya 17 mahasiswa yang mulai pendakian sejak Senin (5/12) itu tersesat dan hilang arah.

Tak ada yang bisa diper­buat oleh kelompok ma­hasiswa setelah melihat tu­buh Edu yang terbujur kaku. Kondisi mereka pun mulai kelelahan dengan wajah pusat pasi sebelum akhirnya dua dari mereka turun ke rumah warga meminta per­tolongan. “Malam-malam ada dua orang minta tolong ke warga kalau temannya ada yang sakit. Warga akh­irnya melapor ke Muspika dan paginya baru disusul ke sana,” ungkap Kasi Kes­iapsiagaan BPBD Kabupaten Bogor, Budi Aksomo.

Kepala Resort PTN Cisarua Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) Tarya Nuryahya men­gatakan, ke-17 mahasiswa tersebut melewati jalur ilegal. “Mereka coba buka jalur di kawasan terlarang. Karena ini hutan lindung, jadi mereka masuknya ilegal,” ungkap Tarya.

Ia menduga, ke-17 orang ini hendak bepergian ke TNGP secara ilegal. Sebab, sejak bulan ini Gunung Gede Pangrango mau ditutup un­tuk pemulihan kawasan atau ekosistem. “Karena ditutup makanya mereka mau coba lewat sini buat buka jalur. Biasalah anak muda suka cari-cari yang beda. Tetapi, mereka sempat ngomong mau latihan navigasi atau belajar buka jalur,” kata Nu­ryahya.

Menurutnya, Gunung Mas yang berbatasan dengan TNGP bukanlah jalur untuk pendakian. Namun demikian, jika melihat dari perbekalan yang dibawa rombongan itu, nampaknya mereka mau melakukan camp atau men­ginap. “Kalau dilihat dari perbekalannya sih seperti­nya mau menginap. Apalagi galon air yang dibawa san­gat banyak. Mungkin sudah disiapkan mereka untuk ke Pangrango atau Cibodas. Jalur yang mereka lalui juga bisa tembus ke sana cuma tidak resmi,” tuturnya.

Dirinya menambahkan, di Gunung Mas tidak ada tem­pat perkemahan, karena itu kawasan terlarang atau kawasan hutan lindung. Di­pastikan mereka yang meng­gunakan rute dari Gunung Mas langsung ke Bukit Jo­glo ini masuk secara ilegal. “Mereka masuk secara ilegal. Karena Gunung Mas bukan jalur pendaikan. Kalau jalur pendakian itu pasti ada jalur khususnya,” ujar dia.

Informasi yang dihimpun, kedua orang tua Edu sudah datang sejak pagi untuk menanti kedatangan jenazah anaknya yang mendaki gu­nung sejak 12:00 WIB, Senin (5/12). Sampai akhirnya pada pukul 14:30 WIB jenazah ber­hasil dievakuasi tim relawan menggunakan peralatan seadanya.

Evakuasi jenazah korban berlangsung dramatis. Di tengah guyuran hujan, para relawan harus berjibaku den­gan kondisi jalanan yang terjal oleh bebatuan dan tanah. Evakuasi berlangsung selama delapan jam, dimulai sejak pukul 07:00 hingga 14:00 WIB. Sebelum diangkut ke dalam Ambulance Siaga milik Desa Tugu Utara, para relawan harus membuka jalur sendiri lantaran posisi bukit ke mobil evakuasi cukup sulit dipenuhi kebun teh.

Di sisi lain, tangisan tak henti-henti keluar dari kedua orang tua Edu yang sudah menanti di mobil Ambu­lans. Perempuan yang men­genakan jaket oranye itu tak kuasa menahan tangis saat menyadari anaknya sudah tak bernyawa lagi. “Padahal sering naik gunung dia. Ke­napa mesti Edu. Edu mama di sini,” teriak ibu korban sebelum jenazah dievakuasi.

Tangisan semakin pecah dari perempuan berambut panjang itu setelah kor­ban yang dibungkus meng­gunakan kantong jenazah berwarna kuning terlihat ditandu menuruni bukit. “Kenapa harus digituin anak saya. Saya mau di Ambulans,” ujar perempuan yang tengah dirangkul sang suami.

EMPAT JAM PROSES EVAKUASI

Tim evakuasi membutuh­kan waktu empat jam untuk menemukan titik korban ber­sama rombongan. Evakuasi terbagi atas tiga sesi. Per­tama sebanyak 14 orang berhasil diselamatkan, ked­ua dua orang dan terakhir evakuasi korban yang menin­ggal dunia. “Korban selamat semuanya kita amankan ter­lebih dulu di Gor. Kita laku­kan pengecekan kesehatan kepada mereka, Alhamdulil­lah ke 16-nya masih sehat,” kata Wakil Komandan Rayon Militer (Wadaramil) Cisarua Kapten Armed Khudhori.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Terkini

X