Di balik sekolah di ujung Gunung Suling, Kampung Haniwung juga tak kalah menyimpan hal menarik. Informasi yang dihimpun, kampung berada di atas gunung itu mulanya hanya terdiri dari lima Kepala Keluarga (KK). Keberadaannya sudah ada sejak zaman Belanda, namun perlahan penduduk di sini akhirnya bertambah hingga kini tumbuh menjadi 73 KK.
RATA-RATA warga di sana mata pencahariannya sebagai petani. Mereka berkebun mandiri serta mengandalkan hasil bumi yang ada di sekitar kampung. “Macam-macam hasil taninya. Ada durian, cengkeh, paling banyak pisang lampung yang terkenal dari sini. Kalau panen dibawa ke bawah (turun gunung, red),” ungkap tokoh masyarakat, Adung, yang merupakan ayah dari ketua RT setempat.
Sebelum memasuki kampung ini, dataran luas memang terpampang di kejauhan. Kokohnya pegunungan tertancap dan terhampar luas.
Pohon-pohon bambu serta pemandangan pematang sawah membentang di sebagian jalan kampung, seolah menyambut siapa saja yang hendak melakukan perjalanan ke Kampung Haniwung.
Jalan selebar satu meter yang sudah dicor menambah keseruan perjalanan menuju kampung di ujung gunung. Belum lagi saat melewati jalan tanah berbatu yang sesekali ditemui.
Bagi warga setempat, jalan itu sudah terbiasa dilalui. Bahkan walau malam hari, warga masih leluasa beraktivitas tanpa dihantui rasa takut menembus hutan raya. “Di sini mah aman. Alhamdulillah, nggak pernah ada apa-apa. Mau malam juga, anak-anak yang muda kan sudah pada turun. Penerangannya dari lampu motor saja,” ucap dia.
Warga di sana memang aktif menggunakan sepeda motor sebagai alat transportasi. Walaupun jalannya sempit, curam dan terjal, warga biasa mengangkut kebutuhan pokok untuk dibawa ke kampungnya. Termasuk jika ada warga yang membangun rumah. Seluruh materialnya terpaksa diangkut menggunakan sepeda motor, kecuali batu dan pasir. “Ya semuanya diangkut naik motor, bolak-balik sudah biasa. Kalau pasir dan batu mah kan di kampung ini sudah ada, tinggal semen dna material lainnya saja,” ujarnya.
Sekadar diketahui, untuk sampai ke Kampung Haniwung sedikitnya ada tiga kampung yang harus dilalui. Di antaranya Kampung Lebaksalak, Kampung Kadusewu, Kampung Cipayung dan Kampung Haniwung.
Bagi warga yang tak memiliki sepeda motor, maka berjalan kaki jadi pilihan satu-satunya. Biasanya mereka yang berkebun terbiasa melakukannya. “Paling sekitar satu jam kalau jalan kaki,” tandasnya.
(rez/d/feb/run)