MESKI sudah melakukan penataan di sejumlah titik, persoalan Pedagang Kaki Lima (PKL) belum terselesaikan. Gagalnya pembebasan lahan Angkahong menjadi momok atas kinerja pemerintah kota (pemkot) di bidang penataan PKL yang masuk ke dalam enam skala prioritas Bima-Usmar.
MAU tak mau, pemkot harus sesegera mungkin membangun kembali kepercayaan masyarakat dengan solusi yang tepat jika ingin permasalahan PKL terselesaikan di sisa waktu kepemimpinan Bima-Usmar yang kurang dari dua tahun lagi.
Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Anas S Rasmana mengatakan, tahun ini pemkot akan menyelesaikan lima zoning yang akan digunakan sebagai lahan relokasi bagi para PKL. Setiap zona rata-rata akan menampung hingga 50 PKL dengan anggaran sekitar Rp200 juta. “Tahun ini kami akan menyelesaikan lima zoning di Bantarjati, Sempur, MT Siddiq, Binamarga, Heulang dan Jalan Pengadilan. Lima dari pemkot dan satu dari CSR. Konsepnya kami memindahkan PKL radius sekian meter masuk ke zoning yang sudah ditetapkan sehingga tidak berjualan di tempat yang bukan semestinya,” kata Anas kepada Metropolitan, kemarin.
Untuk tahun berikutnya, pemkot telah merencanakan pembangunan sembilan zoning baru. Untuk lokasinya sendiri masih dalam pendataan karena lahan yang tersedia terbatas. Sementara untuk relokasi PKL yang berada di sekitar pasar seperti Jambu Dua dan Pasar Anyar, Anas mengaku sedang berkoordinasi dengan pusat untuk mengajukan pendanaan penataan PKL dan pasar tumpah.
“Catatan yang belum, memang bagaimana memindahkan PKL di sekitar pasar. Kami pun sedang mengupayakan sejumlah langkah untuk mengatasi persoalan ini. Mudah-mudahan di akhir tahun selesai,” harapnya.
Untuk kawasan Pasar Anyar dan Dewi Sartika, Anas berencana memasukan PKL ke Blok A, B1 dan B2 Pasar Kebon Kembang. Di sana, masih ada sekitar 500 kios kosong dan belum digunakan. Belum lagi, Blok F juga akan direlokasi dan nantinya bisa menampung banyak PKL lain. Yang menjadi kendala, Anas melanjutkan, para pedagang enggan pindah ke dalam pasar karena harus membeli kios. Selain itu, kondisi pasar dianggap kurang menguntungkan karena pembeli biasa membeli di tempat awal.
“Kalau kami hitung dengan adanya revitalisasi Pasar Anyar dan Pasar Bogor akan mampu menampung 70-80 persen pedagang. Tinggal bagaimana mencari uang muka untuk para pedagang membayar kios karena BUMD juga tidak mau rugi. Sebenarnya sudah mengerucut persoalannya,” terang Anas.
Saat ini, ia terus melakukan komunikasi ke sejumlah pihak untuk mencari solusi bersama agar pedagang tidak merasa keberatan dan bisa masuk ke pasar. Salah satu ide yang bergulir adalah penyertaan modal untuk koperasi, UMKM dan PKL. Namun, perlu ada revisi peraturan daerah (perda) lantaran aturan penyertaan modal yang ada selama ini hanya dibolehkan untuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Anas pun sedang mengupayakan ide ini dengan komunikasi rutin ke sejumlah pimpinan dan instansi terkait untuk penyertaan modal bagi mereka agar uang muka kios lebih ringan. “Sedang kami pikirkan ide penyertaan modal ini biar ada dasar hukumnya dan bisa membantu pedagang. Pimpinan pada prinsipnya tidak ada masalah. Makanya di perubahan saya akan ajukan usulan agar ada yang mengkaji revisi perda penyertaan modal. Itu yang sedang kami garap,” aku Anas.
Setelah aturannya sudah ada, para pedagang dipastikan bisa masuk ke dalam pasar. Soal kios yang dianggap kurang menguntungkan, bisa disiasati dengan sterilisasi kawasan lama agar tidak kembali ditempati PKL. Sehingga, para pembeli ikut masuk ke dalam pasar. “Mudah-mudahan tahun keempat kawasan Dewi Sartika sudah lengang. Pedagang akan lebih nyaman dan tenang jika berjualan di pasar sehingga tidak mengganggu fasilitas umum,” katanya.
Terpisah, Wakil Walikota Usmar Hariman juga menyadari jika keberadaan PKL masih menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi pemkot. Menurut dia, secara eksisting PKL tumbuh karena adanya dampak dari pembangunan, melemahnya tingkat ekonomi serta semakin sulitnya kesempatan kerja. Dari hari ke hari pun, diakui pertumbuhan PKL di Kota Bogor semakin tinggi. Sehingga, jalan keluar yang akan diambil Pemkot Bogor melalui PP Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, berkaitan dengan meningkatkan status UMKM menjadi Dinas Koperasi yang nantinya menjadi prasarana operator PKL. Lalu, melalui revisi Perda Nomor 13 Tahun 2005 kaitan penataan dan pemberdaaan PKL. Serta, diharapkan kebijakan yang dikeluarkan PD PPJ Kota Bogor dapat berkualitas dengan cara melakukan revitalisasi pasar. “Ketika PKL bisa dikendalikan atau ada tempat yang menaungi, para PKL kemungkinan akan berkurang,” ujarnya.
Tak hanya itu, pihaknya juga akan mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan cara memberikan bimbingan supervisi melalui bantuan modal. Baik itu yang berskala kecil menjadi sedang, sedang menjadi lebih baik hingga lebih baik menjadi besar. “Penguatan ekonomi berbasis masyarakat ini akan mengurangi kesempatan masyarakat hijrah ke sektor formal atau menjadi PKL,” tambahnya.
Belum tertanganinya PKL MA Salmun diakui karena adanya persoalan yang sedang ditangani di Kejari Kota Bogor. Namun, persoalan pemindahan PKL MA Salmun sudah memiliki langkah konkret dengan rencana menggunakan Pasar Blok B Jambu Dua sebagai gantinya. Akan tetapi, karena lahan Pasar Blok B merupakan alat bukti yang sedang ditangani Kejari, maka pihaknya menyarankan agar tidak usah mengganggu terlebih dahulu dan menunggu hingga persoalan ini selesai. “Saya juga menyarankan pak wali agar kita tidak usah mengganggu itu dulu, karena setiap perkara harus ada barang bukti. Makanya, kita menunggu sampai proses ini selesai dulu,” kata Usmar.
Meski begitu, Pemkot Bogor tak hanya berdiam diri tanpa memiliki solusi lain. Rencananya, persoalan pemindahan PKL MA Salmun akan dialokasikan ke pembangunan Blok F Pasar Kebon Kembang. Kemungkinan, sebagian PKL yang berada di MA Salmun dapat diakomodasi di bangunan tersebut. “Kita juga akan dorong mereka masuk ke Blok F. Sisanya akan dipindahkan ke Taman Topi, tapi setelah taman itu habis masa sewa dan sudah di optimalisasi,” terangnya.
Usmar juga meyakinkan, sudah ada beberapa sarana dan prasarana yang diperuntukkan bagi PKL di sekitar Kota Bogor, yakni melalui penampung. Seperti, di kawasan Jalan Bina Marga, Jalan Pandu Raya untuk menampung PKL di kawasan Bangbarung serta Jalan Kesehatan untuk menampung PKL di sekitar Jambu Dua hingga Air Mancur. Dengan harapan, PKL-PKL ini berjualan terfokus di satu titik yang sudah ditentukan Pemkot Bogor. “Kami juga memiliki rencana sentral fokus untuk titik PKL. Konsep ini terus kita godok agar bisa terealisasi,” katanya.