METROPOLITAN-Kecelakaan maut di tanjakan Selarong Cisarua pada Sabtu (22/4) lalu berbuntut panjang. Kejadian tragis yang menewaskan empat orang pengendara itu menambah panjang catatan mengerikan di jalur puncak Bogor. Sistem buka tutup jalan alias one Way pun disoal hingga muncul penolakan besar-besaran karena dianggap menyengsarakan. Berikut ulasannya.
Sepekan pasca peristiwa itu, kelompok warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Puncak Bogor (GMPB) pun menyerukan penolakan terhadap Sistem satu arah alias One Way yang sudah 30 tahun diberlakukan.
Alasannya, pemberlakukan sistem One Way itu dianggap membahayakan pengendara sekaligus warga setempat. Meski niatnya mengendalikan kendaraan yang menyerbu kawasan Puncak, sistem itu justru dianggap biang keladi atas kecelakaan yang sering merenggut nyawa. Seperti yang belum lama ini terjadi.
Seorang aktivis puncak, Chaidir Rusli menyebutkan imbas dari penerapan One Way setiap akhir pekan mengancam keselamatan warga. Sebab, laju kendaraan cenderung lebih kencang dari biasanya. “ Mau menyebrang saja sulit, tentu membahayakan warga. Yang paling parah, kendaraan roda dua diperbolehkan lewat melawan arus padahal tidak ada pembatas jalan, tidak aneh kalau banyak kecelakaan karena rekayasa lalu lintas ini,”ungkap lelaki yang akrab disapa Kang Iding.
Belum lagi kata dia, sistem ini telah 30 tahun digunakan tanpa adanya pembaharuan. Sehingga ia menilai jika kebijakan rekayasa lalu lintas one way sudah usang dan tidak lagi relevan
“Dengan segala perkembangan yang terjadi di Puncak, ditambah segala dampak buruk akibat kebijakan itu, saya rasa kebijakan ini sudah seharusnya dikaji kembali,”tuturnya
Hal itu pula yang mendasari munculnya gerakan penolakan One Way Puncak lewat aksi unjuk rasa yang rencananya dilakukan Jumat (28/4) pagi ini.
Rencananya hari ini kelompok masyarakat itu akan mendatangi kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor serta melakukan aksi unjuk rasa di 12 titik di jalur Puncak sebagai bentuk penolakan terhadap pemberlakukan One Way Puncak.
Di antaranya, mulai dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ciawi, lampu merah Gadog sampai dengan Selarong, Pom bensin Cipayung sampai dengan Gg Habib Umar, depan Polsek Cisarua sampai dengan Megamendung. (lihat grafis).
“Habis demo di pemkab di lanjut konvoi ke puncak dr pasar ciawi sd mesjid atawun puncak. Fokus isu yang akan disuarakan dalam aksi adalah isu umum pemasalahan one way di Puncak,” kata Korlap unjuk rasa, Iman Sukarya.
Sesuai rencana, aksi unjuk rasa itu akan dilakukan berekelanjutan hingga 5 Mei mendatang.
Munculnya penolakan itu pun direspon Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor Iwan Setiawan. Menurutnya hal yang wajar jika masyarakat menyalahkan sistem One Way Puncak. Sebab, banyak kejadian nahas yang memakan korban.
“Memang sudah saatnya kebijakan ini dikaji serius. Apalagi kecelakaan sering terjadi di kawasan Selarong,” sambung Iwan. Dirinya menyarankan, untuk mengatasi kemacetan di sekitar Puncak sebaiknya Pemerintah Pusat dapat memasang pembatas jalan dari Gunung Mas hingga Gadog. Karena, dengan itu, kemacetan dijamin tak akan stak nan atau terkunci. “Kalau tidak ada pembatas seperti sekarang banyak pengendara yang mengambil jalan orang lain. Kalau dipasang pembatas jalan pasti kemacetan hanya terjadi sebentar dan bisa diatasi,”sarannya
Soal rencana aksi penolakan, Iwan meminta agar giat itu tidak dilakukan secara berlebihan. Sebab, bisa mengganggu ketertiban umum.