Nama Dedie A Rachim beberapa hari ini jadi pembahasan di kalangan masyarakat Kota Bogor. Ini menyusul adanya keputusan Bima Arya menggandeng Direktorat Pembinaan Jaringan dan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK itu sebagai bakal calon pendampingnya di ajang pilwakot Bogor 2018. Usut punya usut, tak cuma lama berkarier di lembaga antirasuah, Dedie juga ternyata seorang bos resto sejak 1975 di Kota Bogor.
SEBUAH bangunan bertuliskan Mira Sari terpampang di pinggir Jalan Pajajaran, Kelurahan Bantarjati, Kecamatan Bogor Utara. Resto itu diklaim berdiri sejak 1975, seperti yang terlihat di bangunannya yang berjajar di ruko VIP. Itulah salah satu usaha yang dimiliki Dedie, calon pendamping Bima Arya.
Saat Metropolitan mendatangi resto tersebut, seorang pegawai dengan kaos hijau mengatakan bahwa resto tersebut adalah milik Dedie A Rachim. Sayang, Dedie tidak berada di tempat. “Iya benar (Dedie pemilik resto, red). Tapi bapaknya nggak ada,” kata pegawai resto itu.
Menurut perempuan berkerudung hitam itu, pemilik Mira Sari Restaurant Bogor memang jarang berada di tempat usaha. Sebab, Dedie sibuk di Jakarta. “Jarang ke sini kalau bapak. Nggak tentu biasanya ke sini kapan. Kebanyakan di Jakarta,” ujarnya.
Dedie sendiri diketahui masih memiliki ikatan saudara dengan Bima Arya. Dedie masih satu kakek dengan mantan kakak ipar Bima, Luvie Triadi Sadiki. Dedie merupakan putra dari alm A Jazuli Sadiki.
Pria kelahiran Garut 6 April 1966 tersebut diketahui sudah mengabdi pada lembaga antirasuah selama hampir 12 tahun. Terhitung sejak bekerja di KPK pada 2005, sejumlah jabatan penting dalam struktural organisasi di KPK sudah dirasakannya.
Jabatan tersebut di antaranya fungsional madya (2005-2009), Pelaksana tugas Direktur PP LHKPN (2009-2010), Pelaksana tugas Direktur Litbang (2012), Direktur Dikyanmas (2009-2015), Pelaksana Deputi Bidang Pencegahan (Maret-Juni 2015), hingga jabatan yang diembannya saat ini sebagai Direktur PJKAKI.
Dalam rentan 12 tahun kariernya bersama lembaga antirasuah, Dedie juga sempat mendapatkan penugasan khusus dari lembaga tempatnya bernaung. Antara lain sebagai koordinator Tim Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi (2012-2013), koordinator program khusus peningkatan mutu layanan publik (2011-2013), penanggungjawab Tim Perma Corporate Criminal Liabilities (2016), hingga jabatan khusus lainnya semisal penanggungjawab Tim Perma Asset pada tahun 2017 yang merupakan kerja sama antara KPK dengan Mahkamah Agung.
Di tempat terpisah, eks Direktur Pembinaan Jaringan dan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dedie A Rachim, bercerita bahwa dirinya hanya dua minggu berkomunikasi dengan petahana Wali Kota Bogor sebelum menerima pinangan tersebut. ”Kalau ditanya berapa lama, mungkin hitungannya nggak lebih dari dua minggu terakhir. Jadi satu minggu terakhir itu intens, seminggu sebelumnya basa-basi,” kata Dedie.
Sebagai seorang profesional, Dedie mengaku keputusan untuk ikut berpolitik dalam kancah pemilihan kepala daerah merupakan pilihan berat. Atas dasar itu, sebelum memutuskan menerima pinangan Bima, Dedie yang mengaku hanya bertemu muka sekali dengan sang petahana dalam komunikasi tersebut mengajukan syarat.
”Pertemuan sekali, tapi kita memberikan syarat dong. Saya bilang begini, pastikan dulu, saya ini kan karier, kemudian apakah partai pendukung itu merestui,” ujarnya. ”Mungkin di pihak Pak Bima sudah melakukan komunikasi dengan mereka (partai politik, red). Dan pada akhirnya karena ke sana ke sini (partai politik, red) tidak ada kesepakatan, saya kan nggak ada beban. Kalau saya tinggal ada di sayanya,” imbuh Dedie. (rez/c/feb/run)