Saat pecah itulah dada sakit, punggung nyeri, sesak nafas dan seterusnya. Itu terjadi satu jam setelah saya makan banyak korma mentah di Madinah.
Apa hubungannya? Saya tidak tahu. Dokter juga tidak tahu. Mungkin kebetulan saja. Mungkin juga, saat itu perut saya perlu suplay darah ekstra banyak untuk mencerna material yang aneh-aneh di perut. Yang jelas, saluran darah saya sudah mulai menua. Kurang perawatan pula.
Sejak dua tahun lalu, sejak menjalani pemeriksaan di kejaksaan tinggi Jatim saya tahu tekanan darah saya tinggi. Saat pemeriksaan itu kepala saya berat. Saya minta didatangkan dokter.
Jaksa memanggil dokter kejaksaan. Dilakukanlah test tekanan darah. Saya kaget: 180/110. Ini tinggi luar biasa. Saya takut stroke.
Jaksa menawarkan apakah pemeriksaan perlu dihentikan. Saya jawab tidak. Hanya saja perlu istirahat dulu. Maka pemeriksaan diistirahatkan sementara. Saya diminta duduk diam di kursi ruang itu selama setengah jam. Pemeriksaan pun diteruskan lagi. Sampai malam.
Sejak itu seharusnya saya rajin minum obat darah tinggi. Tapi saya kurang disiplin. Saya baru minum kalau pemeriksaan tekanan darah saya menunjukkan tinggi. Apalagi saya harus menjalani proses hukum yang panjang.
Tekanan darah tinggi itu, dalam kurun waktu yang lama, membuat dinding saluran darah saya mengeras. Mudah retak. Terutama kalau dihantam tekanan darah yang lagi tinggi.
Itulah yang terjadi pada saya di Madinah.
Darah menghantam dinding pas di posisi belokan. Dinding retak. Darah menerobos masuk. Mencari jalan baru di antara dinding dalam dan dinding luar. Darah terus mencari jalan sendiri di sela-sela dinding itu. Merantas terus ke bawah. Bergerak liar di antara dinding dalam dan dinding luar.
“Ini memang sakit. Lebih sakit dari serangan jantung,” ujar dokter Benjamin.
Kian lama saluran darah saya membesar. Darah yang melewati saluran baru (disebut false lumen) lebih banyak dibanding darah yang mengalir di saluran yang benar (true lumen).
Akhirnya pasok darah untuk organ-organ di bagian perut berkurang. Lama-lama itu akan membahayakan liver, ginjal dan seterusnya. Lama-lama dinding luar itu bisa pecah. Itulah saat kematian harusnya tiba. Karena itu tindakan yang cepat diperlukan.
Seharusnya di RS Madinah itulah bisa ditemukan kalau terjadi aorta dissection. Lalu dilakukan tindakan di sana. Tapi sudah takdirnya begitu.
Harus dioperasi di Singapura. Telat sekali. Setengah bulan setelah itu.
Untuk operasi Senin sore itu harus dilakukan di RS yang masih baru di Singapura: RS Farrer Park. Di kawasan Little India.