Masalah pendidikan masuk dalam lima skala prioritas Hadist yang tergabung dalam program Pancakarsa. Lewat program Bogor Cerdas, Ade Yasin bersama wakilnya Iwan Setiawan ingin meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan. Mulai dari menekan angka putus sekolah yang saat ini berjumlah 1.117 siswa hingga membebaskan 758 bangunan SD dari bayang-bayang atap ambruk.
Seperti yang diutarakan Calon Bupati Bogor Ade Yasin saat Debat Perdana Pemilihan Bupati (Pilbup) Bogor 2018, Rabu (9/5) lalu. Menurut mantan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor itu, masalah pendidikan bukan cuma soal sarana, tetapi juga prasarana serta kesejahteraan pendidiknya. Sehingga pendidikan harus mendapatkan prioritas dengan porsi anggaran lebih besar. Bahkan nilainya harus melebihi 20 persen dari yang diwajibkan pemerintah pusat. “APBD 20 persen itu minimal. Ketika kita butuh anggaran yang lebih, kita bisa maksimalkan sampai 30 persen,” terangnya.
Saat ini, kata Ade, APBD Kabupaten Bogor tercatat di angka Rp 6,8 triliun. Artinya dengan kebijakan porsi anggaran 30 persen maka jatah untuk pendidikan bisa mencapai angka Rp2 triliun. “Dengan jumlah 758 sekolah rusak, ketika kami jumlahkan satu ruang belajar sekolah dengan pagu Rp180 juta, maka sekolah itu bisa kami tuntaskan paling lama dua tahun masa kepemimpinan,” ujarnya.
Calon Wakil Bupati Bogor Iwan Setiawan juga membeberkan cara menuntaskannya. Selain memanfaaatkan sumber anggaran dari APBD Kabupaten Bogor, pos anggaran dari APBD Provinsi dan APBN pusat perlu dimaksimalkan. Menurutnya, lewat komunikasi politik bupati dengan pemerintah provinsi maupun pusat, kenaikan anggaran pendidikan 30 persen bukan hal yang mustahil. “Yang penting bagaimana kekuatan lobi dari bupati nanti untuk mensinergikan dengan anggaran provinsi dan pusat. Jadi memungkinkan dinaikan menjadi 30 persen,” yakin Iwan.
Bukan hanya sekolah rusak, target Bogor Cerdas yang masuk dalam Program Pancakarsa juga menitikberatkan pada masalah lain. Termasuk pengentasan siswa putus sekolah lewat bantuan Kartu Bodas. Menurut Ade Yasin, persoalan angka putus sekolah yang jumlahnya mencapai ribuan siswa dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi keluarga. Fakta di lapangan memperlihatkan bahwa banyak siswa yang putus sekolah karena ketidakmampuan keluarga untuk membiayai pendidikan anaknya, baik pemenuhan alat-alat sekolah, seragam, buku paket maupun pembayaran uang pendaftaran masuk sekolah. “Itulah yang membuat Hadist hadir dengan memberikan kartu bodas itu sebagai bantuan untuk siswa siswa yang yang kurang mampu,” beber Ketua DPW PPP Jawa Barat.
Selain itu, sekolah madrasah dan pondok pesantren juga harus mendapat perhatian dan perlakuan adil. Wanita yang terjun sebagai pengacara ini menilai bahwa pondok pesantren harus diberikan keleluasaan untuk mengembangkan sistem pendidikannya dengan melakukan penyetaraan terhadap lembaga pendidikan pesantren dengan mengacu pada Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 18/2004 tentang Satuan Pendidikan Muadalah pada Pondok Pesantren. “Jadi kita fokus mendorong pesantren yang jumlahnya ribuan itu agar mereka diberikan ijazah dengan mendirikan PKBM dan penyetaraan melalui satuan Pendidikan muadalah. Di samping itu juga kami juga akan memperhatikan insentif para guru mulai dari guru PAUD, Madrasah, Pesantren hingga honorer melalui sertifikasi,” pungkasnya
(fin/c/feb/run)