Minggu, 21 Desember 2025

Dakwah Ramadhan Terapi Patologi Sosial (HABIS)

- Jumat, 25 Mei 2018 | 09:25 WIB

-
Ada dua hal penting yang merupakan hubungan interdepedensi antara dakwah dan masyarakat. Pertama, realitas sosial merupakan alat ukur keberhasilan dakwah disatu pihak, yang sekaligus menjadi cermin sosial dalam merumuskan agenda dakwah pada tahap berikutnya. Dan kedua, aktivitas dakwah itu sendiri yang pada hakekatnya merupakan pilihan strategis dalam membentuk arah perubahan suatu masyarakat. Itulah sebabnya eksisistensi dakwah tidak bisa dilepaskan dari dinamika kehidupan masyarakat.

Ti bihari tug ka kiwari, dakwah dilakukan dinegeri ini sepertinya begitu-begitu saja. Pada pokonya masih berkutat pada lingkaran “ cuap-cuap” yang kedalamannya tidak sampai ditenggorokan, apalagi ke ulu hati. Sebutan yang khas untuk dakwah seperti ini adalah “ santapan rohani “. Maka setelah kenyang menyantap imbauan “ sorga – neraka “, pahala – siksa “, ” baik-buruk”, hadirin lantas puas dan bubar.

Memang benar, secara formal dan kuantitatif kegiatan dakwah sekarang ini menunjukan perkembangan yang pesat. Indikasinya secara sederhana, tidak ada satupun televisipun baik lokal maupun nasional yang tidak menayangkan siraman rohani disetiap awal jam siaranya di pagi buta, begitupun radio, menyiarkan siraman rohani setelah sholat subuh, jumlah masjid yang bertambah banyak, di Kota Bogor saja menurut catatan Kantor Kementerian Agama ada sekitar 735 buah masjid 560 an mushola dan 467 Majlis Ta’lim. Bahkan pada bulan – bulan tertentu seakan saling berlomba menampilkan da’i idolanya, dakwah seperti ini hanya sebagai suatu kegiatan ritual daripada sebagai sarana untuk mengkaji dan bertindak. Pada modus Dakwah seperti ini pada level teoritis, memiskinkan produk-produk pemikiran keislaman yang bermutu, yang bisa bersaing di pasar pemikiran global. Sedangkan di level praktis dakwah seperti ini bisa mengakibatkan muculnya sikap-sikap mendua dikalangan ummat. Disatu pihak mereka berteriak menggembar –gemborkan kehebatan misi Islam. Namun pada saat yang sama, mereka diam terhadap berbagai wujud kemaksiatan dan kemunkaran yang begitu gampang dipergoki di sekelilingnya, atau bahkan yang bersemayam dalam dirinya.

Dengan kata lain, konsep dakwah selama ini, sesungguhnya lebih menyerupai bank concept of communication, yang mengibaratkan masyarakat seperti wadah kosong, yang harus diisi dengan keyakinan, nilai-nilai moral serta praktek-praktek kehidupan agar disimpan dan secara otomatis dapat dikeluarkan bila dibutuhkan.

Bila kita melihat feomena maraknya aktifitas ( formal ) dakwah khususnya pada dua dasawarsa terakhir ini, sekurang-kurangnya ada tiga permasalahan penting sehubungan dengan kenyataan masih sangat rendahnya tingkat apresiasi masyarakat muslim terutama dalam bidang sosial politik sebagai salah satu instrument penting kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketiga agenda yang sangat penting itu adalah : 1 ). Berkaitan dengan pola-pola pengembangan dakwah yang selama ini dilakukan oleh juru dakwah, baik secata individual atau secara kelembagaan; 2). Berkaitan dengan cakupan materi yang disampaikan pada setiap kesempatan dakwah; 3). Perlunya dirumuskan suatu pendekatan dakwah alternatif dalam memperkenalkan Islam secara komprehensif.

Karena itu, proses perubahan masyarakat yang berlangsung sebagai akibat dari modernisasi kehidupan, tampaknya belum dapat terantisipasi oleh gerakan dakwah yang selama ini dilakukan, khususnya oleh para da’i. Terpaan media massa yang lebih banyak menyebarkan pesan-pesan yang kurang bahkan tidak menguntungkan bagi pembinaan ummat, akhirnya dapat menggeser peran-peran sosial para pemimpin agama. Aktifitas dakwah konvensional yang hanya mengandalkan media tradisional, selain tidak lagi mampu menyentuh kebutuhan masyarakat kontemporer, juga secara perlahan-lahan akan kehilangan fungsi sosial keagamaan yang biasa diperankannya. Sehingga pada gilirannya akan memunculkan problem-problem yang sangat kompleks.

Kalau moderenisasi dianggap identik dengan westernisasi, maka masyarakat kita telah banyak menerima nilai budaya barat yang sekuler. Realitas sosial memang menunjukan kian meluasnya perilaku sekuler di kalangan masyarakat kita. Indikatornya banyak sekali. Misalnya niat haji dicampur dengan niat berwisata dan urusan bisnis. Rasulullah SAW pernah mengingatkan, bahwa sepeninggal beliau banyak umatnya yang berkunjung ke mekah, tapi sedikit yang menjadi haji. Pasalnya mereka mencampur adukan niat menunaikan rukun Islam kelima dengan niat-niat yang merusak ibadah mereka.

Seyogyanya, dengan dakwah yang kita lakukan, masyarakat merasa menemukan penawar dari kegelisahan dan penyakit yang dirasakannya. Dakwah yang dilakukannya selalu mengajak bukan mengejek, mencintai bukan mencaci, memuja bukan mencerca, memuji bukan membenci.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X