Minggu, 21 Desember 2025

Terus Mendaki Menuju Ilahi

- Sabtu, 2 Juni 2018 | 08:37 WIB

-
Ramadan 1439 H datang sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada kita. Semua yang berada di bulan yang agung ini dibina untuk menjadi insan bertakwa. Meskipun perjalanan manusia di dunia ini berliku-liku, banyak tikungan yang menghadang, namun semuanya harus dilalui untuk sebuah tujuan. Tanpa tujuan yang jelas, langkah-langkah yang digerakkan kakinya tidak akan mengarah. Hidupnya terombang-ambing ombak kehidupan. Waktunya akan tersita untuk hal-hal yang percuma. Padahal ajal kematian selalu mengintainya. Setiap hari, ajal itu akan semakin dekat menghampirinya. Hingga pada saatnya nanti, ia akan meninggalkan dunia untuk selamanya. Tidak ada kata menunda jika ajal tiba. “Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Al-Munafiqun: 10)

Bagi seorang muslim yang beriman, Allah adalah tujuannya. Setiap desah nafasnya berisi zikir untuk meraih ridha-Nya. Terlebih di bulan suci Ramadan yang menjadi agenda tahunan. Bukit yang terjal dan aral melintang tidak dihiraukan. Ia sadar betul bahwa menuju keridhaan Allah memerlukan banyak pengorbanan. Jatuh bangun adalah suatu keniscayaan. Meski tidak mudah namun ia terus melangkah. Karena ia meyakini bahwa gerak-geriknya akan bernilai ibadah dan pahala jika diniatkan ikhlas karena Allah semata. “Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama.” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Perjalanan menuju Allah ini sebagaimana tercantum dalam Surah Al-Balad adalah mendaki. Banyak kesulitan dan tantangan dalam menelusurinya. Karena itu, banyak orang yang lebih memilih jalan yang mudah dan datar, tanpa pendakian dan kesukaran. “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan), tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki dan sukar? Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki dan sukar itu? (yaitu) melepaskan perbudakan (hamba sahaya), atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat fakir. Kemudian dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan. Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri. Mereka berada dalam neraka yang ditutup rapat.” (QS. Al-Balad: 10-20) . Ayat-ayat ini menginformasikan bagi kita bahwa semua pengorbanan dalam pendakian tersebut akan berbuah manis dan menyenangkan. Sebaliknya, semua prilaku yang bertolak belakang dengan agama, meski terlihat manis dan menyenangkan, akan berdampak pada kesulitan yang tidak berkesudahan.

Salah satu kesulitan dalam pendakian ini adalah beristiqamah. Dalam Hadis riwayat Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda: “Ketahuilah, seorang dari kamu tidak akan selamat (dari neraka) hanya dengan mengandalkan amalnya.” “Apakah engkau juga wahai Rasulullah?” Tanya para sahabat. Beliau menjawab, “Termasuk aku, kecuali Allah meliputiku dengan rahmat dan keutamaan-Nya.” (HR. Muslim). Imam An-Nawawi dalam Riyadhush Shalihin (I/18) menuliskan bahwa istiqamah adalah luzum tha’atillah (ucapan dan perbuatan serta niat yang selalu mengarah pada ketaatan dan kebaikan).

Hujjatul Islam, Imam Abu Hamid Al-Ghazali (w. 1111 M/555 H) dalam kitabnya Ihya ‘Ulumid Din (II/264) menyatakan bahwa istiqamah ini sulit. Karenanya, setiap orang diwajibkan untuk memohon hidayah (petunjuk kebenaran) kepada Allah sekurangnya 17 kali setiap hari, yaitu kalimat “Tunjukilah kami pada jalan yang lurus.” (QS. Al-Fatihah: 6). Sebab, ayat ini termasuk Surah Al-Fatihah dan wajib dibaca pada setiap rakaat salat. Seorang sahabat meriwayatkan bahwa suatu ketika ia bermimpi bertemu Rasulullah SAW. “Wahai Rasulullah, engkau menyampaikan bahwa Surah Hud telah membuatmu beruban. Gerangan apa yang membuatmu demikian?” Beliau menjawab, “Karena di dalamnya terdapat ayat: “Fastaqim kama umirta (Istiqamahlah seperti apa yang diperintahkan kepadamu.” Astaghfirullah betapa sulit untuk beristiqamah hingga manusia paling mulia sekalipun seperti beliau merenungkannya sampai beruban.

Istiqamah adalah terus menerus melangkah, tanpa henti, move on, untuk menapaki jalan yang benar. Jalan menuju Allah tidak mudah. Banyak ujian dan cobaan. Tantangan akan datang secara bergiliran. Gelombang besar akan menghadang untuk menguji setangguh apa keimanan dan prinsip hidup dalam pengabdian. Namun manusia harus bersungguh-sungguh untuk dapat mendekati istiqamah ini, meski kenyataannya belum bisa mencapainya. Selanjutnya Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa siapa yang ingin selamat, maka ia tidak akan bisa meraihnya kecuali dengan amal saleh. Sedangkan amal saleh tidak akan bisa kecuali dengan akhlak yang mulia. Maka, setiap orang harus menjaga sifat dan akhlaknya. Hendaknya ia terus menghitung dan menyibukkan diri untuk mengobati satu persatu kelemahannya agar dapat terus mendaki menuju Ilahi. Kita berdoa semoga Allah Swt menjadikan Ramadan kita sebagai penghantar untuk menjadi orang-orang yang bertakwa. Wallahu a’lam.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X