Senin, 22 Desember 2025

Jalur Puncak II Gagal Dibangun

- Jumat, 24 Agustus 2018 | 07:42 WIB

METROPOLITAN - Pembangunan Poros Tengah-Timur atau lebih dikenal dengan Jalur Puncak II bakal terbengkalai. Program yang semula masuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), kini ditarik ke Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) saat rapat musrembang RPJPD Kabupaten Bogor 2005-2025 dI Gedung Tegar Beriman, kemarin. Bupati Bogor Nurhayanti mengatakan, pembangunan jalur Puncak II sudah sempat berjalan. Sayangnya, pemerintah pusat mengalihkan prioritas pembangunan ke jalur Puncak I. Meski demikian, Nurhayanti mengaku terus mendorong pembangunan jalur Puncak II. Hanya saja pembangunan ini tidak mungkin ditangani APBD karena banyak juga sektor lain yang butuh perhatian. “Satu memang yang agak berat, Jalan Poros Tengah-Timur itu memang kami yang menyiapkan lahan, fisiknya oleh pusat. Sudah sempat berjalan tiga tahun tapi prioritas beralih ke mengoptimalkan Puncak I. Meski dimasukkan RPJPD, tetap didorong terus. Pak Jokowi juga tidak membatalkan, hanya menjadi prioritas kedua. Yang pertama fokus mengoptimalkan dan mengembalikan kondisi Puncak,” kata Nurhayanti usai rapat. Sementara itu, Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penelitian Pengembangan (Bappedalitbang) Kabupaten Bogor Ajat R Jatnika mengaku ada sejumlah kendala. Salah satunya lantaran prioritas pemerintah pusat saat ini lebih ke jalur Puncak I. “Pembangunan sudah sempat berjalan sekian kilometer, tapi skala prioritasnya terhenti. Ini yang kemudian kami sedang carikan jalannya. Pemerintah pusat kan sekarang skalanya prioritasnya di Puncak I, mungkin sampai 2019. Tapi setelah itu saya juga nggak tahu prioritas selanjutnya apa di 2020,” kata Ajat saat ditemui usai kegiatan. Ajat menceritakan, jalur Puncak II sudah ditetapkan menjadi jalan strategis provinsi. Dari situ muncul kesepakatan pembangunan dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor ke bagian mengurusi soal lahan. Pemkab juga telah mendapatkan sebagian besar lahan yang diperoleh secara hibah maupun dibebaskan. Namun untuk pembangunan, menjadi urusan pemerintah pusat. “Kalau bicara pembangunan itu APBN bisa melalui provinsi. Sebetulnya kesepakatannya seperti itu. Tapi di perjalanan ada keterbatasan, entah soal anggaran, dari sisi prioritas pembangunan dan lainnya. Ini yang sebenarnya menunggu,” ungkapnya. Menurut Ajat, hitung-hitungan di 2011, pembangunan Puncak II memakan anggaran sekitar Rp800 miliar. Namun hasil hitung-hitungan saat ini anggaran bisa bertambah dan bisa mencapai Rp1 triliun. Pemkab juga terus mendorong pembangunan Puncak II sambil mencari alternatif pembiayaan. “Kalau sekarang, kami cari model-model kerja sama dengan badan usaha. Ini yang lagi digemborkan juga oleh provinsi. Ini bisa kerja sama dengan swasta, tapi kan harus saling menguntungkan,” ujar Ajat. Masalahnya, kerja sama saling menguntungkan ini yang belum menemukan titik temu. Lain lagi jika jalan yang dibangun merupakan jalan tol karena ada tarif dan jelas bisa dikerjasamakan. Sehingga sempat muncul wacana jalur Puncak II akan dibangun jalan tol. “Kalau jalan umum, keterlibatan pemilik lahannya juga harus banyak. Sempat ada wacana bangun saja jalan tol. Tapi kami pemda lebih menginginkan adanya jalan arteri,” terangnya. Di tempat yang sama, Wakil Bupati Bogor terpilih periode 2018-2013 Iwan Setiawan mengaku akan ada langkah konkret terkait pembangunan jalur Puncak II di masa pemerintahan yang akan datang. Meski demikian, dirinya mengira-ngira jika pembangunan tidak bisa dilakukan sepenuhnya di satu kali masa pemerintahan. “Satu periode rasanya tidak selesai sepenuhnya, tapi mungkin bisa 12 kilometer terbangun. Dari Plm Hill dulu sampai Cibadak. Yang penting ada langkah konkret dulu, karena tidak mungkin membangun sekaligus. Di tahun pertama juga saya rasa ada langkah konkret menuju pembangunan,” ujar Iwan. Nantinya, Iwan akan melakukan komunikasi dengan pihak ketiga atau swasta untuk ikut berkontribusi membangun. Sebab, dirinya juga belum tahu porsi APBD dan APBN yang akan dianggarkan. Menurutnya, pemerintah yang akan dating memiliki PR membangun komunikasi yang baik dengan pusat untuk meyakinkan jalur Puncak II harus menajdi prioritas utama. “RPJPD masih sisa tujuh tahun, artinya satu periode setengah. Kami si inginnya ada langkah konkret. Musrembang ini kan kesepakatan semua stakeholder, jangan sampai ini cuma seremonial. Ini kesepakatan yang sudah dituangkan dalam lima poin dan harus terealisasi tujuh tahun ke depan,” ungkapnya. Soal adanya wacana peralihan pembangunan menjadi jalan tol, Iwan tidak setuju. Sebab, jalan tol hanya akan dinikmati sebagian pihak, sementara lahan jalur Puncak banyak berasal dari hibah sehingga harus juga dirasakan masyarakat luas. “Saya kurang setuju. Jalan tol itu tidak berdampak secara mikro, beda jalan umum. Lahannya juga kebanyakan hibah. Artinya harus bisa dirasakan semua pihak,” pungkas Iwan. (fin/c/els/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X