METROPOLITAN - September jadi bulan yang dinantikan para guru yang lolos sertifikasi. Sebab di bulan ini biasanya mereka akan mendapatkan tunjangan profesi. Namun belum juga cair, sejumlah guru justru sudah dipungut bayaran Rp200 ribu untuk proses pencairan tunjangan. Tiap triwulan, pungutan tunjangan profesi selalu membebani guru-guru yang lolos sertifikasi. Ini pula yang dialami seorang guru yang sehari-hari mengajar di SD Negeri Bojongrangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. NN yang sudah 32 tahun mengabdi sebagai guru mengaku selalu dimintai uang Rp200 ribu oleh petugas yang mengurus administrasi untuk pencairan tunjangan profesi guru. Namun, ia mengaku tidak mengetahui pengalokasian uang tersebut. ”Duitnya saja belum dapat tapi sudah dimintain saja. Mending ngasih buat honorer daripada buat pegawas begitu,” kata NN, Senin (17/9). Tak cuma itu, ia pun akan kembali dimintai uang setelah uang tunjangan cair. Biasanaya dalam setahun, dirinya empat kali menerima tunjangan profesi guru. Tiap kali pencairan itu, ia pun harus mengeluarkan uang mencapai Rp350 ribu. Besarnya tunjangan tersebut yakni satu kali gaji yang didapat sesuai golongan. “Jadi pungutan Rp200 ribu sebelum uang cair. Nanti begitu cair nih, ada lagi petugas yang datang ke sekolah untuk data. Itu dimintain lagi Rp150 ribu,” tutur NN. Bila ditotal, maka dalam setahun ia dipungut bayaran mencapai Rp1,4 juta. Setelah uang cair, beberapa hari kemudian akan didata kembali jika sudah dapat pencairan. “Nanti dimintai uang lagi Rp150 ribu,” akunya. Menurutnya, pungutan tersebut bukan terjadi di Kecamatan Ciampea saja, tetapi di setiap kecamatan di Kabupaten Bogor. Hal senada diamini guru lainnya yang mengajar di wilayah Cibinong. Hanya saja ia menganggap bahwa pungutan tiap kali tunjangan cair itu sebagai pembayaran pajak. “Saya nggak tahu itu pungli atau bukan. Jadi selama ini nganggapnya itu potongan pajak,” urainya. Ia mengaku untuk mendapatkan tunjangan profesi harus melalui berbagai rangkaian tes agar dapat lolos sertifikasi. “Kalau sudah sertifikasi, baru kita berhak dapat tunjangan profesi guru satu kali gaji,” kata DN. Sementara itu, Kepala Seksi Guru Tenaga Kependidikan (GTK) SD pada Disdik Kabupaten Bogor, Dede Rahmat, menyatakan bahwa pungutan Rp200 ribu adalah ilegal. Sebab tidak ada dasar aturan untuk menariknya. “Soal pungutan Rp200 ribu itu tidak ada, kita hanya evaluasi saja soal sertifikasi guru untuk mengambil tunjangan dan itu tidak pakai dana,’’ tegas Dede. Sejauh ini, lanjut Dede, verifikasi biasanya rutin, cuma bedanya pengawas silang antarkecamatan. Hal tersebut justru tidak ada dana yang akan ditarik saat pemeriksaan sertifikasi. “Pokoknya tidak ada dana yang ditarik untuk apa masa verifikasi harus bayar. Saya katakan tidak ada, kalaupun ada pungutan, silakan laporkan,’’ ujar Dede. Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor TB Luthfie Syam mengaku telah mendengar informasi potongan tunjangan profesi guru. Menurutnya, kondisi ini merupakan hal yang dikhawatirkannya ketika Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dibubarkan. “Ini salah satu yang saya khawatirkan dengan dibubarkannya UPT. Kabupaten Bogor ini kan begitu luas, harusnya memang urusan-urusan administrasi, seperti urusan untuk memperoleh tunjangan profesi atau sertifikasi, diurus langsung guru ke dinas. Kalau ada UPT bisa ke UPT bagi yang jauh,” kata Luthfie kepada Metropolitan. Menurutnya, persoalan ini tidak bisa dibilang sebagai pungutan. Keengganan para guru mengurus ke dinas dan menyerahkan pemberkasan sertifikasi ke orang lain yang menyebabkan ada biaya lebih untuk mengurus hal tersebut. “Saya tidak pernah menugaskan siapa pun untuk mengurus sertifikasi para guru. Harusnya para guru yang datang ke dinas langsung. Kalau nitip ke orang otomatis orang yang ngurus butuh ongkos sampai dinas. Ini bisa terjadi. Orang yang ngurus bisa saja tidak menawarkan jasanya, tapi para guru ada yang datang sendiri minta diurusi,” ungkapnya. Luthfie melanjutkan, persoalan seperti ini terbilang mudah diperangi. Para guru hanya perlu datang langsung ke dinas untuk mengurus sertifikasi sendiri sehingga tidak perlu menyuruh orang lain yang memerlukan ongkos. “Sebenarnya cara memeranginya gampang. Datang saja langsung gurunya ke dinas untuk mengurus, dinas kan kantor mereka juga. Kami sangat welcome karena dengan selesai cepat, bisa mempercepat serapan anggaran juga,” pungkas Luthfie. (mul/fin/c/feb/run)