Senin, 22 Desember 2025

Semoga Semua Selamat...

- Senin, 1 Oktober 2018 | 09:58 WIB

METROPOLITAN - Musibah bencana alam tidak bisa diprediksi. Da­tangnya tiba-tiba. Pergi meninggalkan derita. Seperti itulah yang dialami tim Radar Sulteng yang kan­tornya berjarak seki­tar 100 meter dari bibir pantai. Pemimpin Re­daksi (Pemred) Radar Sulteng Murtalib men­ceritakan, saat-saat gempa mengguncang dan selama tiga hari kemudian, dirinya mencari adik, keponakan, tim redaksi, termasuk pemimpin perusahaan yang keberadaannya hingga se­karang belum diketahui.­ Waktu itu Jumat (28/9) pukul 18.10 dan azan Magrib baru se­lesai berkumandang. Saya ber­sama anak saya baru selesai pakai sarung dan hendak menu­ju Masjid Nurul Amin yang ber­jarak sekitar 200 meter. Tiba-tiba terdengar suara geleduk. Kaki saya terangkat dan terbanting. Suasana gelap gulita. Sekilat itu, saya langsung me­narik anak saya yang berusia hampir 7 tahun tersebut. Tidak ingat lagi berapa kali jatuh bangun untuk bisa keluar dari rumah. Istri saya juga histeris dan lari duluan ke luar rumah. Malam itu suasana Kota Palu kacau. Masing-masing menyelamatkan diri. Isu tsunami seketika mem­buat orang panik dan lari. Saya pilih bertahan dan beru­saha tidak panik. Kondisi lalu lintas di hampir semua jalan padat merayap dengan bunyi klakson kendaraan. Anehnya, isu tsunami dari dua arah ber­lawanan. Satu dari pantai dan satunya dari Danau Lindu. Se­kitar dua jam berlalu. Wilayah tengah Kota Palu termasuk tidak begitu kena dampaknya. Hanya, gempa terus terjadi dengan in­tensitas keras dan lemah. Setelah semua keluarga men­urut saya aman, barulah saya berusaha mengontak rekan-rekan di kantor. Termasuk, pim­pinan H Kamil Badrun. Semua nomor handphone tidak aktif. Sesekali kawan Jawa Pos men­gontak saya, tapi tidak terdengar suara. Grup WA internal Radar Sulteng juga tidak aktif. Saya putuskan Radar Sulteng tidak terbit karena kondisi gelap dan jaringan tele­komunikasi terputus. Terlebih, kantor Radar Sulteng berlokasi sekitar 100 meter dari pantai. Keesokan paginya, Sabtu (29/9), saya langsung mendatangi rumah Manajer Umum Fahmi Laguliga di Pegunungan Talise. Alham­dulillah, dia sekeluarga selamat. Pagi itu juga kami berdua meli­hat kantor Radar Sulteng. Alhamdulillah, puji syukur, kondisi dari luar utuh. Hanya, di bagian dalam, mulai lantai 1 hingga 3, isinya berantakan. Ada plafon yang jebol. Dinding retak-retak. Hanya kondisi dalam per­cetakan yang belum saya ketahui karena terkunci. Di halaman belakang kantor, beberapa mo­bil tersangkut. Beberapa mayat belum dievakuasi. Ngeri sekali. Sebab, bagian belakang kantor yang sebelumnya ditempati ba­nyak kafe dan rumah penduduk menjadi bersih, bekas disapu tsunami. Dari pengakuan Sobirin, kru Radar TV yang saat kejadian bertahan di kantor, kawan-kawan dari Radar Sulteng maupun Ra­dar TV langsung semburat dan menyelamatkan diri. Yang lari ke dataran tinggi dipastikan se­lamat. Untuk yang lari ke jalur pantai, belum diketahui nasibnya. Hingga kemarin, Minggu (30/9), di antara 25 kru redaksi Radar Sulteng, baru sebagian kecil yang saya ketahui selamat. Saya berdoa, semoga semua selamat. Ada tiga kru yang memiliki rumah di ping­gir pantai. Yakni, Sudirman, Taswin, dan Irawati. Tiga rumah kru Radar Sulteng tersebut ters­apu tsunami. Bagaimana nasib mereka? Wallahualam. Keberadaan Mugni Supardi, juru kamera yang suka wira-wiri di kantor, kabarnya, juga belum diketahui. Saya belum sempat mencari ke lokasi pen­gungsian di dataran tinggi yang ditempati begitu banyak manu­sia. Sekali lagi, mudah-mudahan semua kawan-kawanku selamat, ikut di antara masyarakat yang mengungsi. Setelah seharian keliling kota dan mengantar rekan-rekan Jawa Pos ke lokasi-lokasi yang terisolasi, saya juga berusaha mencari jejak adik saya yang bernama Nur Imamah bersama anaknya, Asyifa, 6, yang hilang sejak hari pertama gempa. Ke­betulan, adik saya itu bekerja di PT Jasa Raharja Sulteng. Ada juga tim Jasa Raharja yang turut membantu pencarian. Hasilnya masih nihil. Saat ini yang mendesak diper­lukan pengungsi adalah kebutu­han makanan, tenda, listrik, dan jaringan telekomunikasi. Mema­suki hari keempat setelah ben­cana, yakni Senin hari ini, belum ada media lokal yang terbit di Palu. Semoga cepat ada perbaikan sarana dan prasarana umum. Saya juga berdoa, semoga tidak ada gempa susulan. (*)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X