METROPOLITAN - Teka teki kematian Asep, santri bertasbih yang jasadnya ditemukan di Desa Mekarsari, Rumpin, terpecahkan. Warga Desa Kampung Sawah yang sudah dua tahun menjalin asmara dengan kekasihnya berinisial L (25), rupanya tewas di tangan keluarga sang pacar. Ini berawal dari kisah percintaan Asep yang tidak direstui keluarga sang pacar, L, yang merupakan anak seorang tokoh di Desa Karihkil, Kecamatan Ciseeng, hingga keduanya nekat melakukan hubungan terlarang dan L positif hamil. Asep pun pantang mundur. Sudah dua kali ia datang ke rumah sang pacar untuk melamar. Namun, niatnya ditolak orang tua sang kekasih. Uang Rp10 juta yang sempat dibawanya justru dikembalikan. Sampai akhirnya sehari sebelum jasadnya ditemukan tewas (4/10), Asep mendapatkan pesan dari L untuk bertemu dengan keluarga. Namun siapa sangka, keinginannya bertemu calon mertua itu malah jadi petaka. Asep dijebak HS, ayah kekasihnya, yang merasa tak terima putrinya telah dihamili. Perbuatan Asep dianggap telah mencoreng nama baik HS sebagai tokoh masyarakat di desanya. Berdasarkan keterangan polisi, HS bersama anak lelakinya, AM, telah bersekongkol untuk menghabisi nyawa Asep. Aksi bapak dan anak itu tak sendiri. Mereka dibantu empat kerabatnya yang masih memiliki hubungan saudara. “Ayah, anak dan empat saudaranya yang terlibat dalam pembunuhan itu. Motifnya karena sakit hati, anaknya hamil,” ungkap Kasatreskrim Polres Bogor AKP Benny Cahyadi. HS sendiri ditangkap polisi di pondok pesantren (ponpes) yang berada di Kampung Kelor, Desa Karihkil, Kecamatan Ciseeng, Rabu (11/10) malam. Totalnya enam pelaku terlibat dalam pembunuhan berencana yang diotaki HS. Di antaranya HS, AM, AR, UD, JL dan BS. Kapolres Bogor Ajun Komisaris Besar AM Dicky membeberkan kronologis detik-detik nyawa Asep dihabisi HS beserta keluarga. Berdasarkan keterangan polisi, sehari sebelum penemuan jasad Asep di Desa Mekarsari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor (4/10/18), AM memancing Asep menggunakan handphone (hp) milik adik perempuannya untuk bertemu di suatu tempat. ”Seolah-olah yang mengirim pesan itu pacarnya,” kata Dicky. Asep yang saat itu mengenakan pakaian koko dan sarung kemudian datang ke lokasi yang dituju. Tak disangka, di sebuah kebun tak jauh dari jalan penghubung Rancabungur-Rumpin, korban langsung diserang dengan cara dipukuli. Setelah tewas, jasad Asep dibuang ke tempat sampah yang jauh dari permukiman warga. Aksi pembunuhan keji itu dilakukan ayah dan kakak L, juga menantu dari HS serta tiga kerabatnya yang masih satu keluarga. ”Yang merencanakan itu orang tuanya. Dari enam pelaku itu ada perannya masing-masing. Ada yang mengeksekusi dan membuang mayat,” bebernya. Dari hasil visum, di bagian kepala korban ditemukan luka bekas hantaman benda tumpul. Mulutnya mengalami robek dan dada lebam dengan tiga tulang rusuknya patah hingga menusuk jantung. “Akibat pukulan itu, tulang rusuknya tembus ke jantung,” tuturnya. Barang bukti yang diamankan yaitu pakaian korban, dua buah hp dan palu. Keenam pelaku itu dikenakan Pasal 55 (1) Jo 338 dan atau 340 dan atau 351 (3) KUHP. Perkiraan kurungan minimal 20 tahun penjara. Sementara terkait kondisi L, pacar Asep, polisi tak banyak memberi keterangan. Termasuk soal usia kandungan L. “Kami tidak masuk ke ranah itu. Yang jelas dari hasil pemeriksaan, L memang positif hamil,” timpa Benny. Sebelumnya, Metropolitan sempat menemui orang tua almarhum Asep. Ketika itu, Fatimah (50), ibu kandung Asep, masih belum percaya anak yang dikenal baik itu tewas mengenaskan. Kepada Metropolitan, Fatimah blakblakan soal keinginan putra keduanya untuk melamar seorang gadis tapi malah ditolak keluarga wanita. ”Asep ngebawain uang Rp10 juta, tidak ada tanggapan. Karena Asep dan pacarnya sama-sama suka, makanya saya niat nikahkan Asep,” ungkapnya. (mul/d/feb/run)