Senin, 22 Desember 2025

Satu Kecamatan Diserang Wabah DBD

- Senin, 15 Oktober 2018 | 09:46 WIB

METROPOLITAN - Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) mulai mewabah dan menjangkiti warga Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Salah satunya Septi, bocah enam tahun asal Kampung Cilengkong, Desa Pamijahan. Sejak Sabtu (13/10), putri pasangan Isak Juarsak dengan Neneng Yulianan itu mengalami panas tinggi sebelum dinyatakan positif DBD oleh dokter Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang. “Mulanya saya kira panas bi­asa. Dikasih obat nggak turun-turun. Pas diperiksa ke puske­smas, langsung dirujuk ke RSUD Leuwiliang,” ungkap ayah Septi, Isak. Berdasarkan data sementara yang masuk ke Unit Pelaksana Teknis (UPT) Puskesmas Pami­jahan, ada lima orang yang ter­jangkit DBD. Dua orang sudah dibolehkan pulang, sedangkan tiga lainnya masih dirawat. Selain Septi, ada pula Nurhas­anah (31) warga Kampung Nang­kasari 3, Desa Pamijahan, Ke­camatan Pamijahan, yang ter­baring lemah di ruang Teratai 1 RSUD Leuwiliang. Gigitan nyamuk Aedes Aegypti mem­buat sistem imunnya menurun. Dari hasil pemeriksaan, warga RT 02/01 yang dirawat di kamar Kelas 3 RSUD Leuwiliang itu menderita DBD tingkat akut. Yakni disertai adanya mani­festasi perdarahan yang dapat menyebabkan kematian. Kepala Puskesmas Pamijahan dr Sista menyatakan ada tiga orang yang masih dirawat di RSUD Leuwiliang akibat DBD yang mewabah di Kecamatan Pamijahan. “Satu orang lagi atas nama Siti Halimatus Sadiah asal Kam­pung Koroncong 1, RT 01/07, Pamijahan,” beber wanita yang sudah empat tahun menjabat kepala UPT Puskesmas Pami­jahan. Sista mengaku pihaknya ma­sih mengumpulkan informasi terkait penyebaran wabah DBD di Kecamatan Pamijahan. Sebab saat peralihan musim, tak menutup kemungkinan adanya penyebaran wabah DBD. Ter­masuk di Desa Ciasihan dan Ciasmara yang kabarnya juga ada warga terjangkit virus DBD. “Kami masih menunggu laporan kalau memang masih ada kasus di sana,” tutur Sista. Sekretaris Kecamatan (Sekcam) Pamijahan Dedi membenarkan adanya wabah DBD yang men­jangkiti wilayahnya. ”Malam saya dapat telepon dari warga setempat. Saya langsung telepon ke pihak Puskesmas Pamijahan dan segera akan dilakukan fog­ging,” tuturnya. Terpisah, Kepala Seksi Pence­gahan dan Penanggulangan Penyakit Menular pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor dr Intan Widayati menga­ku belum mengetahui soal wa­bah DBD di wilayah tersebut. ”Masa sih ya? Kok belum ada laporan ke dinas,” kata Intan. Namun, Intan mengaku pi­haknya sudah berkoordinasi di lapangan untuk memeriksa jentik dan kasusnya. ”Kalau benar DBD, pasti akan di-fogging. Namun akan pastiin dulu dari RSUD Leuwiliang. Tapi tetap meski belum ada kepastian, pihak pukesmas langsung re­spons dan pembagian abate serta penyisiran kalau ada kasus lain,” ujar Intan. Sebelumnya, pekan lalu, kasus DBD telah menelan korban jiwa di Gunungputri. Seorang pela­jar SD, Muhammad Dias Adesti­an (8), warga Kampung Tlajung, Desa Wanaherang, RT 01/02, Kecamatan Gunungputri, Ka­bupaten Bogor, meninggal du­nia karena terdiagnosis DBD stadium tiga. “Sebelumnya cuma sakit demam, radang dan flu berat,” ucap sang ibu, Ade Irma (28). Ia menuturkan, sejak Jumat (5/10/2018), sang anak sudah merasakan sakit tersebut. Namun keluarga tidak mengetahui ba­hwa penyakit tersebut adalah DBD. Apalagi dokter di Klinik Tlajung menegaskan bahwa sakit demam, radang dan flu adalah penyakit biasa. Pihak klinik pun hanya mem­beri obat biasa, yakni penurun panas. ”Kami kan orang awam, nggak tahu kalau penyakitnya apa. Tapi dokter bilang cuma sakit biasa, cuma radang doang. Ntar juga sembuh, tinggal ba­tuknya saja nih dikasih obat radang sama vitamin,” ungkap­nya menirukan pernyataan dokter tersebut. Berhari-hari, keluarga pun harus mendapat rujukan ke rumah sakit terdekat. Pada saat itulah hasil pemeriksaan dokter menyatakan bahwa anaknya menderita penyakit DBD sta­dium tiga disertai bintik-bintik. ”Yang di klinik ini nggak tahu sebenarnya, sudah dua kali saya bawa ke sana masih saja bilang sakit biasa. Nah, saat dirujuk ke RS Mery, baru diketahui tuh hasilnya jika anak saya terkena DBD,” tuturnya. Ade Irma pun hanya pasrah pada Tuhan agar sang anak sembuh setelah pihak RS Mery tak sanggup merawat DBD sta­dium tiga. ”RS Mery nggak bisa merawat karena anak saya sudah terdiagnosis DBD stadium tiga. Harus dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar, yang peralatan­nya lengkap yaitu RS Uki Ja­karta,” bebernya. Namun apa daya, waktu sudah tidak bisa terulang kembali. Mau tak mau Ade Irma harus kehi­langan anak pertamanya di RS Uki Jakarta, Rabu (10/10) pekan lalu. ”Iya, meninggal di Jakarta karena sudah tidak tertolong. Kemarin pagi kami bawa dan dimakamkan di dekat rumah,” paparnya. Ia pun mengimbau kepada masyarakat jika anak mulai dilandai flu dan demam, lebih baik segera periksakan ke dok­ter ahli sebelum hal-hal yang tidak diingankan terjadi. ”Saya ingin masyarakat segera pe­riksa ke dokter ahlinya. Apala­gi belakangan ini cuaca tak menentu,” pungkasnya. (mul/khr/kmg/d/feb/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X