METROPOLITAN - Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) mulai mewabah dan menjangkiti warga Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Salah satunya Septi, bocah enam tahun asal Kampung Cilengkong, Desa Pamijahan. Sejak Sabtu (13/10), putri pasangan Isak Juarsak dengan Neneng Yulianan itu mengalami panas tinggi sebelum dinyatakan positif DBD oleh dokter Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang. “Mulanya saya kira panas biasa. Dikasih obat nggak turun-turun. Pas diperiksa ke puskesmas, langsung dirujuk ke RSUD Leuwiliang,” ungkap ayah Septi, Isak. Berdasarkan data sementara yang masuk ke Unit Pelaksana Teknis (UPT) Puskesmas Pamijahan, ada lima orang yang terjangkit DBD. Dua orang sudah dibolehkan pulang, sedangkan tiga lainnya masih dirawat. Selain Septi, ada pula Nurhasanah (31) warga Kampung Nangkasari 3, Desa Pamijahan, Kecamatan Pamijahan, yang terbaring lemah di ruang Teratai 1 RSUD Leuwiliang. Gigitan nyamuk Aedes Aegypti membuat sistem imunnya menurun. Dari hasil pemeriksaan, warga RT 02/01 yang dirawat di kamar Kelas 3 RSUD Leuwiliang itu menderita DBD tingkat akut. Yakni disertai adanya manifestasi perdarahan yang dapat menyebabkan kematian. Kepala Puskesmas Pamijahan dr Sista menyatakan ada tiga orang yang masih dirawat di RSUD Leuwiliang akibat DBD yang mewabah di Kecamatan Pamijahan. “Satu orang lagi atas nama Siti Halimatus Sadiah asal Kampung Koroncong 1, RT 01/07, Pamijahan,” beber wanita yang sudah empat tahun menjabat kepala UPT Puskesmas Pamijahan. Sista mengaku pihaknya masih mengumpulkan informasi terkait penyebaran wabah DBD di Kecamatan Pamijahan. Sebab saat peralihan musim, tak menutup kemungkinan adanya penyebaran wabah DBD. Termasuk di Desa Ciasihan dan Ciasmara yang kabarnya juga ada warga terjangkit virus DBD. “Kami masih menunggu laporan kalau memang masih ada kasus di sana,” tutur Sista. Sekretaris Kecamatan (Sekcam) Pamijahan Dedi membenarkan adanya wabah DBD yang menjangkiti wilayahnya. ”Malam saya dapat telepon dari warga setempat. Saya langsung telepon ke pihak Puskesmas Pamijahan dan segera akan dilakukan fogging,” tuturnya. Terpisah, Kepala Seksi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor dr Intan Widayati mengaku belum mengetahui soal wabah DBD di wilayah tersebut. ”Masa sih ya? Kok belum ada laporan ke dinas,” kata Intan. Namun, Intan mengaku pihaknya sudah berkoordinasi di lapangan untuk memeriksa jentik dan kasusnya. ”Kalau benar DBD, pasti akan di-fogging. Namun akan pastiin dulu dari RSUD Leuwiliang. Tapi tetap meski belum ada kepastian, pihak pukesmas langsung respons dan pembagian abate serta penyisiran kalau ada kasus lain,” ujar Intan. Sebelumnya, pekan lalu, kasus DBD telah menelan korban jiwa di Gunungputri. Seorang pelajar SD, Muhammad Dias Adestian (8), warga Kampung Tlajung, Desa Wanaherang, RT 01/02, Kecamatan Gunungputri, Kabupaten Bogor, meninggal dunia karena terdiagnosis DBD stadium tiga. “Sebelumnya cuma sakit demam, radang dan flu berat,” ucap sang ibu, Ade Irma (28). Ia menuturkan, sejak Jumat (5/10/2018), sang anak sudah merasakan sakit tersebut. Namun keluarga tidak mengetahui bahwa penyakit tersebut adalah DBD. Apalagi dokter di Klinik Tlajung menegaskan bahwa sakit demam, radang dan flu adalah penyakit biasa. Pihak klinik pun hanya memberi obat biasa, yakni penurun panas. ”Kami kan orang awam, nggak tahu kalau penyakitnya apa. Tapi dokter bilang cuma sakit biasa, cuma radang doang. Ntar juga sembuh, tinggal batuknya saja nih dikasih obat radang sama vitamin,” ungkapnya menirukan pernyataan dokter tersebut. Berhari-hari, keluarga pun harus mendapat rujukan ke rumah sakit terdekat. Pada saat itulah hasil pemeriksaan dokter menyatakan bahwa anaknya menderita penyakit DBD stadium tiga disertai bintik-bintik. ”Yang di klinik ini nggak tahu sebenarnya, sudah dua kali saya bawa ke sana masih saja bilang sakit biasa. Nah, saat dirujuk ke RS Mery, baru diketahui tuh hasilnya jika anak saya terkena DBD,” tuturnya. Ade Irma pun hanya pasrah pada Tuhan agar sang anak sembuh setelah pihak RS Mery tak sanggup merawat DBD stadium tiga. ”RS Mery nggak bisa merawat karena anak saya sudah terdiagnosis DBD stadium tiga. Harus dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar, yang peralatannya lengkap yaitu RS Uki Jakarta,” bebernya. Namun apa daya, waktu sudah tidak bisa terulang kembali. Mau tak mau Ade Irma harus kehilangan anak pertamanya di RS Uki Jakarta, Rabu (10/10) pekan lalu. ”Iya, meninggal di Jakarta karena sudah tidak tertolong. Kemarin pagi kami bawa dan dimakamkan di dekat rumah,” paparnya. Ia pun mengimbau kepada masyarakat jika anak mulai dilandai flu dan demam, lebih baik segera periksakan ke dokter ahli sebelum hal-hal yang tidak diingankan terjadi. ”Saya ingin masyarakat segera periksa ke dokter ahlinya. Apalagi belakangan ini cuaca tak menentu,” pungkasnya. (mul/khr/kmg/d/feb/run)