METROPOLITAN - Sukses menorehkan prestasi di Asian Para Games, tak lantas membuat Jendi Pangabean cepat berpuas diri. Sebab, kini ia pun harus mempersiapkan diri untuk pertarungan selanjutnya di Paralimpiade. Tak tanggung, di ajang itu Jendi memasang target menaklukkan multieven disabilitas terbesar sedunia dengan raihan emas. Ambisinya meraih emas bukan soal serakah. Tetapi Jendi ingin naik level yang lebih menantang. Sebab, di Paralimpiade nanti akan ada banyak atlet difabel lainnya yang punya kemampuan level tinggi. Pengalamannya pulang tanpa medali pada Paralimpiade 2016 di Rio de Janeiro, Brasil, jadi pelajaran berharga baginya. ”Karena seorang atlet mimpi terbesarnya bisa berikan medali di Paralimpiade. Apalagi Asian Para Games, saya sudah emas. Di Paralimpiade 2016 saya tampil, tapi belum bisa medali. Sekarang dengan kerja keras dan motivasi ke diri sendiri, saya harus bisa berlaga di 2020,” kata Jendi kepada wartawan saat ditemui di Jakarta Pusat, Rabu (17/10/2018). Satu lagi, dari ambisi personal Jendi. Di luar aktivitasnya sebagai atlet para renang, pria kelahiran 10 Juni 1991 itu ingin menyelesaikan studinya di bidang ekonomi yang tertunda karena kesibukannya di Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) National Paralympic Committee (NPC) Indonesia. ”Saya sempat kuliah di Palembang tapi hanya dua semester. Untuk pendidikan, jelas ingin lanjut, tapi waktu belum tepat. Apalagi ada apresiasi jadi PNS dari pemerintah atas hasil 2017 lalu (di ASEAN Para Games). Mungkin dengan kuliah bisa naik pangkat dan golongan,” katanya. ”Ingin lanjut, tapi belum tahu. Mudah-mudahan setelah saya ucapkan mau kuliah, ada yang tertarik beri saya beasiswa meneruskan lagi studi di jurusan akuntansi,” imbuh Jendi penuh harap. Khusus fokusnya mengejar lolos Paralimpiade 2020 di Tokyo, Jendi harus mengikuti berbagai turnamen untuk mengumpulkan poin. Salah satunya adalah Kejuaraan Dunia Para Renang di Kuching, Malaysia, akhir Juli 2019. Setelah itu, ia masih bakal mengikuti ASEAN Para Games Filipina yang pada Januari 2020, rangkaian setelah SEA Games 2019. Semua turnamen itu dilakoni untuk lolos kualifikasi Paralimpiade 2020 Tokyo. ”Untuk pengumpulan poin sudah mulai dari 2018. Saya sendiri baru dari try out di Berlin, Jerman, dan fokus 100 meter gaya punggung. Di Berlin pada Juli lalu juga emas. Nanti di 2019 ada single event utamanya World Championships di Malaysia. Semoga bisa maksimal hingga Tokyo,” ujar perenang asal Muara Enim, Sumatera Selatan itu. ”Setelah Asian Para Games pasti ada pelatnas lagi di Solo awal 2019. Latihannya dari pagi sampai sore, jadi harus bisa melawan capek dan bosan. Dari tim pelatih ada program, yang penting jalani dengan benar-benar. Kalau disiplin saya juga yang menikmati hasilnya,” ucap Jendi. Terakhir, untuk membunuh rasa bosannya, Jendi mengaku minimal setiap satu atau dua minggu sekali berjalan-jalan melihat pemandangan alam gunung atau laut. Selain itu, dukungan orang tua juga selalu menjadi motivasi terkuatnya selama ini. ”Saya lebih termotivasi karena orang tua. Saya bukan dari keluarga berada, orang tua hanya petani. Maka saya tidak ingin tinggal diam. Saya mau membuktikan kepada orang tua dan orang-orang yang menyayangi saya, bahwa meski disabilitas saya bisa bahagiakan dan angkat derajat mereka,” pungkasnya. (km/feb/run)