METROPOLITAN - Kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur, ES (13), di wilayah Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, beberapa waktu lalu, makin ramai dibicarakan. Apalagi Ebeg (62), pelaku pemerkosaan yang dikenal sebagai preman itu, belum ditahan alias buron. Hal itu memicu kekhawatiran keluarga akan keamanan anak kedua dari tiga bersaudara itu. Kuasa hukum keluarga korban, Dwi Aryswendo, membenarkan pelaku kabur saat hendak dibawa pihak RT,menuju kantor polisi. Awalnya pelaku dibawa dari perkamRW serta keamanan wilayah pungan oleh dua pimpinan RT menggunakan mobil bhabinkamtibmas. Anehnya, sampai di mako polresta, pelaku tidak terlihat turun dari mobil. “Cuma ada babin sama dua orang dari RT. Terlihat lah dari CCTV. Keterangan mereka kabur saat beli rokok. Saya rancu antara kabur saat di jalan ke kantor polisi atau saat diperiksanya,” katanya kepada Metropolitan, kemarin. Yang jelas, sambungnya, kelalaian petugas dan RT/RW ini menimbulkan kekhawatiran bagi keluarga. Sebab bisa saja pelaku datang ke rumah keluarga korban dan melakukan kekerasan. Apalagi tidak ada yang tahu keberadaan pelaku kini. Termasuk dampak psikologis bagi ES yang mengetahui bahwa Ebeg masih berkeliaran. “Itu yang kami khawatirkan, takutnya ada teror ke keluarga. Kita nggak tahu pelaku ada di mana. Makanya keluarga siaga saja apabila ada apa-apa,” ujarnya. Menanggapi hal itu, Kasat Reskrim Polresta Bogor Kota Agah Sonjaya mengklarifikasi adanya kabar tersangka kabur saat dilakukan BAP. Namun mantan Kasat Narkoba Polresta Bogor Kota itu membenarkan adanya laporan soal pemerkosaan yang tengah ditangani. “Ngarang saja. Memang benar ada laporan sedang kami tangani, tapi katanya saat tersangka dibawa RT/RW ke sini, dia kabur. Kalau kami sih belum menerima dan belum tahu tersangka. Bisa jadi (kaburnya, red) saat diurus RT/RW dan babin,” paparnya. Sementara itu praktisi hukum, Gunara, menilai peristiwa ini menjadi cambuk besar bagi upaya Kota Bogor dalam merebut predikat kota layak anak. Perlu ada tindakan agar tidak terus-menerus terjadi. Berkaca dari pengalamannya menangani kasus serupa beberapa tahun silam, pelaku terjerat pasal perlindungan anak. “Waktu saya nangani, pelaku kena 6,5 tahun penjara,” katanya. (ryn/c/feb/run)