METROPOLITAN - Menjelang akhir tahun, cuaca ekstrim mulai melanda Kabupaten Bogor. Seiring dengan itu, penyakit berbahaya seperti Demam Berdarah Dengue (DBD) pun mengancam kesehatan warga Bumi Tegar Beriman. Bahkan, cenderung mengalami kenaikan hingga dua kali lipat.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor mencatat, hingga pertengahan November, tercatat ada 419 kasus pasien DBD, dan menyebabkan empat orang diantaranya harus meregang nyawa. Dibanding tahun 2017, tahun ini ada peningkatan hampir 100 persen kasus. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor pun diminta waspada.
Pengelola Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) DBD pada Dinkes Kabupaten Bogor, Ade Kurniawan mengatakan, pihaknya mencatat pada 2017 lalu ada 276 kasus DBD dengan korban meninggal satu orang. Sehingga ada peningkatan jumlah hingga November tahun ini. Bahkan, ada lonjakan cukup drastis saat memasuki bulan Oktober lalu.
"Sejak awal tahun, hampir sama, dari 22 kasus, lalu 30-an, lalu naik di September jadi 42 kasus. Nah Oktober paling banyak, ada 71 kasus dengan dua orang tak terselamatkan," kata Ade saat ditemui Metropolitan, akhir pekan lalu.
Dia menambahkan, faktor cuaca ekstrim, luas wilayah dan kurangnya kesadaran warga soal hidup bersih sehat sebagai pencegahan penyebaran nyamuk DBB menjadi penyebab peningkatan jumlah kasus. Dari catatannya, ada beberapa daerah 'penyumbang' kasus DBD terbanyak dibanding daerah lain.
"Daerah mana yang paling banyak seperti Gunung putri, Bantarjaya, Parung dan Babakan madang. Kabupaten Bogor kan luas, ada beberapa yang tidak selalu kena hujan," ucapnya.
Ade menjelaskan, selain karena kondisi tanah yang kering, daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi juga jadi salah satu faktor penyebab tingginya angka kasus DBD. Seperti misalnya di wilayah Gunungputri, yang terdapat kawasan industri disertai tumbuhnya rumah kontrakan atau kost. "Kebanyakan rumahnya itu cuma 'tempat tidur' saja, karena aktifitas banyak di tempat kerja. Sehingga perilaku hidup bersih dan sehatnya kurang. Hunian juga nggak terkontrol. Resiko jadi endemis," paparnya.
Untuk kasus meninggal, sambung Ade, beberapa diantaranya merupakan anak-anak. Hal ini dinilai perlu menjadi perhatian serius. "Korban anak-anak, ada yang di Sentul dan Citeureup," ujarnya.
Meski begitu, dia mengklaim Kabupaten Bogor masih masuk kategori aman soal kasus DBD. Kemenkes menetapkan standar Incident Rate (IR) sebesar 49. Sedangkan kabupaten pimpinan Bupati Nurhayanti hingga pertengahan November masih di angka 7,01. "IR itu jumlah kasus dibagi 10.000, lalu dikali jumlah penduduk. Nah kabupaten bogor jumlah warganya lebih banyak dibanding daerah lain. Jadi angka IR nya masih aman," tandasnya.
Pihaknya pun melakukan berbagai sosialisasi antisipasi pengendalian vektor, yakni secara biologis, fisik dan kimia. Secara biologis, warga disarankan memelihara tanaman pengusir nyamuk seperti lavender, dan memelihara ikan. Secara kimia, penggunaan larvasida seperti bubuk abate dinilai masih efektif. Lalu fogging sebagai tindakan terakhir jika populasi masih banyak, yang disertai kasus DBD melalui hasil diagnosa dokter.
Untuk program fogging atau pengasapan, kebijakan ini memang bukan yang utama. Sebab, pencegahan dengan PHBS lebih efektif menghilangkan nyamuk dewasa beserta jentik nyamuk. Sedangkan fogging harus disertai syarat ada kasus, dan menjadi solusi terakhir. "Karena memang agak bahaya. Jadi itu solusi terakhir. Kalau mau fogging, harus ada kasus dulu sebetulnya. Jangan asal pengasapan saja, nggak efektif. Nanti nyamuknya malah kebal," ujarnya.
Tahun ini, pemkab hanya diberi 'jatah' memfogging 15 titik saja. Hal itu diakui sedikit mengganggu, sehingga pihaknya harus berkoordinasi dengan puskesmas jika ingin melakukan fogging di luar daerah yang sudah ditentukan.
Di Kota Bogoe Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor mencatat, hingga 20 November 2018 terjadi 528 kasus dari 25 puskesmas di Kota Bogor. Bedanya, Kota Bogor mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.
Kasi Pencegahan Pengendalian Penyakit Menular dan Surveilance (P3MS) pada Dinkes Kota Bogor, Sari Chandrawati mengatakan, sebetulnya Kota Bogor telah mengalami penurunan kasus DBD setiap tahunnya. Dari semula 849 kasus pada 2017.