Senin, 22 Desember 2025

Jokowi Kesal PNS Sibuk Urus SPJ

- Rabu, 12 Desember 2018 | 08:14 WIB

METROPOLITAN - SPJ lagi, SPJ lagi... Presiden Joko Widodo (Jokowi) tampak malas mendengar kata SPJ yang sering dijadikan alasan Pegawai Negeri Sipil (PNS) lembur di kantor. Di tengah banyak pekerjaan untuk pelayanan publik yang harus diselesaikan, anak buahnya justru sibuk mengurus lembaran Surat Perjalanan Dinas (SPJ) yang tak kunjung kelar. Dari kalangan guru hingga aparat yang bertugas di dinas.

Jokowi blak-blakan menceritakan soal tingkah laku PNS yang hanya disibukkan oleh urusan SPJ. Masalah ini diutarakannya sat bertemu dengan akuntan publik di Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (11/12/2018). Jokowi mengaku kerap membahas persoalan ini kepada para menterinya. "Saya kalau ke daerah atau ke kementerian, senang saya waktu melihat waduh di sekolah tengah malah waktunya masih nyala, ada apa, saya datang kepala sekolah ada, guru ada waduh ini menyiapkan perencanaan belajar mengajar, saya selalu positive thingking begitu mendekat saya tanya 'bapak ibu guru kok rame sampai malam, nyiapin apa?' 'Pak kami menyiapkan laporan SPJ'," cerita Jokowi.

Jokowi pun mengeluhkan masalah tersebut pada jajaran menterinya."Ini saya keluhkan ke menteri-menteri urusan SPJ, 'SPJ bukan Pak', itu administrasi negara, nggak, itu akuntansi juga" kata Jokowi.

Banyaknya PNS yang rela berlama lama di kantor tak cuma  terjadi di satu sekolah tapi hampir menyeluruh. Bahkan, PNS baik di pusat maupun daerah  juga melakukan hal sama. sibuk mengurusi SPJ,sampai  malam hari. "Tidak hanya 1-2 sekolah, sama, saya datang lagi bukan sekolah, lihat lagi ke Dinas PU, tengah malam apa nyiapin proyek atau menggerakkan alat-alat berat ke satu tempat ke tempat lain. Pikiran saya seperti itu positive thingking, 'ini tengah malam ngapain corat-coret', 'Pak kami menyiapkan SPJ'. Sama, di mana-mana urusan SPJ," lanjutnya. Tak cuma itu, Jokowi juga bercerita mengenai pengalaman lainnya. Contohnya saat terjadi bencana gempa bumi di Lombok, dia mengatakan bahwa anggaran perumahan yang disiapkan oleh pusat belum diterima oleh masyarakat

Rumah-rumah masyarakat yang rusak belum diperbaiki karena belum mendapatkan anggaran. Padahal, anggaran tersebut sudah sangat dinanti. "Padahal uang sudah ditransfer, saya emang orang jalanan, senang ngecek di lapangan, ternyata prosedurnya ada 17, 'Pak yang ini belum, yang ini belum'. Saya kaget, padahal masyarakat sudah nunggu, uangnya sudah ada, berhari-hari 17 prosedur sudah diikuti, saat itu juga saya perintah," katanya. "Saya nggak mau tahu prosedur, pokoknya tetap dilaksanakan, akuntabilitas tetap tapi saya minta cepat, prosedur nggak usah banyak-banyak nggak usah 17, saya minta 1, nyatanya bisa, 'ya pak, siap'. Dirapatkan berapa kali bisa 1, kalau bisa 1 kenapa 17, apa yang menyebabkan?' ujar dia. Ternyata, kata Jokowi, mereka hanya sibuk mengurusi keperluan SPJ. Menurutnya, PNS yang hanya sibuk mengurusi SPJ hanya membuang-buang energi untuk bekerja. "Saya semakin tahu, saya cek, ada 43 laporan yang harus disiapkan untuk SPJ, itu bapak-ibunya, ternyata ada anak cucu lagi, ternyata harus ada aturan 123 lagi, dari 43 beranak-cucu jadi 123 lah ini kita bekerja, energi habis untuk urusan laporan dan SPJ," tuturnya.

Bukan cuma Jokowi yang kesal dengan kelakuan PNS. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengeluhkan hal sama. Menurutnya, banya yang PNS di daerah yang bolak-balik ke pusat hanya agar bisa mendapatkan SPJ.

Dari catatan Kementerian Keuangan ada pejabat daerah yang berkunjung ke Kementerian Keuangan hingga 46 kali dalam setahun. Padahal, anggaran tersebut bisa dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur atau kegiatan yang memiliki dampak langsung kepada masyarakat.

"Saya punya statistiknya ada beberapa Pemda yang rajin banget ke pusat. Tapi saya suspect supaya dapat SPJ," ujar dia. "Saya mencatat siapa yang datang ke Kementerian Keuangan untuk urusan apa, ketemu siapa, dan dalam rangka mengurus isu apa. 46 kali ada pejabat dan pegawai di salah satu daerah yang rajin ke sini dalam setahun dan datangnya tidak sendiri atau berdua, tapi rombongan," tambah dia.

Padahal, menurut Sri Mulyani, ongkos pejabat daerah yang bolak balik ke pemerintah pusat untuk konsultasi bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan lain. “Kami sudah membuat layanan informasi dan konsultasi melalui website dan teleconference, tapi Pemda nggak suka karena nggak ada SPJ-nya, jadi ongkos 46 kali ke pusat itu bisa dipakai untuk bangun jembatan, memperbaiki pasar, air bersih dan itu semua sangat berguna bagi masyarakat. Saya mohon Pemda untuk mengurangi ke pusat," ungkap dia.

Pengamat Kebijakan Publik Yusfitriadi pun angkat bicara soal masalah ini. . Menurutnya, persoalan ini sudah menjadi rahasia umum terkait tata kelola pemerintahan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap pelayanan masyarakat.

Lelaki yang akrab disapa Kang Yus ini mencontohkan, pencairan anggaran seringkali berbenturan dengan time line program. Program semestinya sudah berjalan tapi pencairan anggaran yang bersifat administratif sangat berbelit-belit dan berimplikasi pada lambannya program.

“Tapi memang faktanya tidak semudah itu. Bahkan sudah lazim ada ungkapan “namanya juga birokrasi”. Ini menjadi stigma bahwa birokrasi itu amat sulit, berbelit-belit dan formalistik. Ini yang terjadi dimana-mana,” kata Kang Yus.

Ia pun sepakat dengan keinginan Jokowi yang ingin memangkas kerumitan itu. Terlebih, era digital saat ini bisa dimaksimalkan untuk memangkas birokrasi yang rumit.

“Jadi misalnya tidak perlu ada acc berbentuk hard copy, nanti bisa lewat digitalisasi dan ini akan memangkas banyak langkah. Tinggal kemudian punya niat baik atau tidak. Karena memang masih ada ketidaktahuan birokrat soal IT, ada kemalasan, ada ketidakmauan berkreatifitas dan lainnya. Ini tantangannya,” ungkapnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X