METROPOLITAN – Raut wajah kecewa terlihat jelas di paras Febri (27). Wanita berhijab itu masih tidak percaya dan tak menyangka. Pengabdiannya selama hampir tujuh tahun memperkuat barisan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bogor seakan tidak berarti dan seperti sia-sia.
Bagaimana tidak, harapannya untuk kembali masuk di korps penegak peraturan daerah (perda) itu pupus, setelah pada tes administrasi penerimaan Banpol PP, dirinya tidak lolos dengan alasan sedang hamil. Memang, dalam poin-poin persyaratan umum yang tertera pada pengumuman penerimaan Banpol, terdapat syarat nomor 11, yakni untuk pelamar perempuan tidak sedang hamil, yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Bidan atau Dokter Pemerintah.
Aturan itu pun ‘menjegal’ hasratnya untuk kembali bekerja di staff Mako Satpol PP, yang melakukan tes setiap tahunnya untuk merekrut tenaga bantuan. “Saya kecewa. Artinya kinerja saya selama bertahun-tahun mengabdi ya sia-sia. Totalitas enam tahun, kerja dari pagi sampai malam, tak dilihat, tak dianggap, hanya karena saya hamil saat tes masuk kembali,” ungkap Febri kepada awak media.
Miris memang. Dari 700 peserta yang tes di sekitaran Stadion Mini Cibinong, 500 orang diantaranya merupakan anggota lama, yang harus ikut tes tiap tahunnya agar bisa kembali bekerja di Satpol PP Kabupaten Bogor. Febri jadi satu-satunya anggota yang ditolak karena hamil. Febri yang datang sejak jam enam pagi pun harus menelan pil pahit. Lantaran tidak bisa ikut tes.
“Saya menikah sudah tujuh tahun. Ini kehamilan anak pertama saya. Saya tidak lolos tes administrasi karena tidak melampirkan surat keterangan tidak hamil. Nyesek lah, kami anggota lama di tes lagi dengan peserta baru, dijegal pula dengan syarat. Intinya sia-sia,” ucapnya.
Menurutnya, aturan tersebut baru ada sejak 2015. sebelum itu, tidak ada aturan yang menyertakan surat keterangan tidak hamil dalam tes administrasi. Dia merasa sangat kecewa, satuan yang dicintainya, justru menyisihkan segala loyalitas selama bertahun-tahun.
Sebagai bentuk solidaritas, 500 peserta tes yang merupakan anggota lama pun walk-out dari tes, dan mendatangi kantor bupati, di Komplek Pemkab Bogor, Cibinong. Mereka mengguggat aturan itu karena dianggap tidak melihat perjuangan dan loyalitas anggota lama hanya karena aturan tidak boleh hamil saat mengikuti tes. Febri bersyukur, rekan-rekan anggota lama berjuang agar aturan tersebut dicabut. Jika tetap diberlakukan, artinya kinerja mereka selama bertahun-tahun tidak diperhitungkan sama sekali.
“Kami minta keadilan. Masa tiap tahun gitu terus. Harusnya ada perubahan, menghargai kinerja anggota lama. Tahun-tahun depan jangan ada yang seperti ini lagi, putus kontrak karena hamil. Yang udah kena gini nggak satu dua orang saja, tahun lalu ada empat orang,” paparnya.
Salah satu rekan Febri, Wildan, mengaku aturan itu sangat tidak adil. Padahal beberapa tahun sebelumnya tidak ada syarat tersebut. Sehingga seakan ‘menghapus’ loyalitas kerja anggota lama yang harus tes lagi bersaing dengan peserta baru yang ingin masuk Satpol PP.
“Apalagi kan Febri itu bukan di lapangan, tapi staff di Mako. Artinya beban kerjanya juga nggak berat. Harusnya ada semacam pengecualian, karena loyalitas dan kinerja hampir tujuh tahunnya itu. Makanya kami kesini, kecewa lah teman kami,” tandasnya.
Terkait hal itu, Kepala Satpol PP Kabupaten Bogor Herdi Yana hingga malam tadi belum memberikan keterangan karena tidak kunjung mengangkat sambungan telepon dari Metropolitan. Tak sampai disitu, wartawan koran pun ini mencoba mengkonfirmasi Kepala Bidang (Kabid) Ketertiban Umum (Tibum) Satpol PP Kabupaten Bogor, Ruslan. Melalui pesan singkat, dia membenarkan adanya aturan penyertaan keterangan tidak hamil bagi peserta wanita. “Betul, kang,” singkatnya. (ryn/c/feb/py)